Sebutlah Metha, gadis manis yang selalu tersenyum. Apapun yang sedang dia
rasakan, dia selalu ingin menampilkan "I'm fine and I'm happy". Gadis
yang hobi sekali pulang malam karena kalau pulang pagi nanti pasti keluar lagi
buat jalan-jalan! Tinggal di sebuah rumah dengan 2 orang lelaki dan 1 orang
perempuan.
Selain Metha, ada Ummay, seorang wanita yang juga selalu berusaha
tersenyum dan selalu bisa menjadi pendengar yang baik buat Metha. Ummay lebih
sering bercerita pada lembar kosong Microsoft Word. Menjadikannya berhias puisi
dan cerita. Ummay sudah seperti ibu di rumah itu. Bangun pagi lalu menyeduh teh
hangat untuk semua penghuni rumah. Seperti pagi ini, Ummay sudah ada di dapur
memasak air panas untuk membuat teh. Sekaligus menyiapkan menu sarapan pagi
buat semua penghuni.
Lelaki pertama yang keluar kamar pagi ini adalah Alan a.k.a Eko, (suka-suka
mau memanggilnya siapa, dia passti akan menoleh) lelaki berbadan subur yang
pendiam. Pendiam karena dia lebih suka tertawa. Tawanya begitu khas. Dia selalu
tertawa dengan intonasi yang teratur, dg suara bass yang berat dan mantap
"Hak..hak..hak..hak..". Dengarkan, maka kau akan teringat selamanya!
XD
"Pagi, Kak. Minum dulu nih teh nya. Baru bangun?" sapa Ummay
pagi itu.
"Hak..hak..hak.. Aku belum tidur May. Lanjutin baca JejakLangkah,"
jawab Alan. Ummay hanya bisa tersenyum. Alan memang sering tidur larut malam
bahkan tak tidur. Begadang bersama Ryan menonton bola. Alan adalah fans berat
Arsenal. Maka dia tak akan melewatkan pertandingan boal. Seperti tas merah
Arsenal miliknya yang selalu ikut kemana pun dia pergi.
Tak lama, Ryan keluar kamar. Oh iya, Ryan adalah lelaki tambun asli
Palembang yang suka meramaikan suasana. Ryan pandai sekali berbicara dengan
logat Batak! Dia selalu bisa membuat Metha tertawa kadang kesal dengan
kekonyolannya. Baik Alan maupun Ryan suka sekali joget-joget yang membuat
mereka mirip sekali dengan karakter Bernard tambun kembar. He...he...he...
(sumpah, tak ada yang tahu mana yang lebih berisi diantara mereka karena mereka
tak pernah mau menaiki kotak dengan beberapa deret angka 0 - 1xx dan satu jarum
yang mampu menampung beban 1 ton lebih!)
"Pagi, Um, Mas Eko. Mau jus pokat dong, Um." Dia suka jus
alpukat. Tapi Ryan suka apa aja sih... He...he...he... Yang penting bisa
dimakan dan diminum.
"Ga ada, Yaaaan. Udah minum aja nih teh nya. Aku mau nyiapin
bihunnya Metha dulu. Bentar lagi dia mau berangkat" ucap Ummay sambil menyiapkan
menu bihun dengan sambal kacang dan tempe goreng, menu sarapan wajib Metha.
"Jangan lupa, tambahin wortel ya, May" permintaan khusus dari
Alan si pecinta wortel sejati. Ummay hanya menyatukan ujung telunjuk dan ibu
jarinya tanda setuju.
"Ada menu lain gak Mi? Apa kita makan di restoran aja, Mi? Atau sewa
koki gituh..." pinta Ryan dengan ekspresi muka menahan mual karena dia
sudah bosan setengah eneg menikmati menu berbahan dasar bihun dan wortel! Ummay
hanya menggeleng sambil tersenyum kalem. Ryan kembali menggelepar di lantai
demi melihat gelengan Ummay. Sedang Alan hanya tertawa
"hak...hak...hak..."
TOK....TOK...TOK....
"Assalamu'alaikum" terdengar salam dari pintu depan. Ryan
buru-buru bangun dan menuju ruang depan untuk membuka pintu.
"Eh, maaf Mas. Tidak menerima sales!" seloroh Ryan begitu ia
melihat siapa yang ada di balik pintu. Sedang orang yang berdiri di luar hanya
tersenyum lalu dengam santainya masuk rumah dan duduk di kursi "biar kata
sales, yang penting kan cintaku tulus Mas Yan..." jawab sih tamu santai.
"Heran deh sama kamu, Tuy. Gak bosen ya kesini tiap hari. Aku aja
udah bosen liat kamu" balas Ryan ketus.
"Namanya juga usaha, Mas. Mumpung janur kuning belum
melengkung." jawab Putuy tak kalah akal.
“Kalo udah melengkung mah bawa aja ke salon Tuy, di-rebonding pasti lurus lagi!” balas Ryan sekenanya sambil berjalan
ke dapur. "Tha, ada penggemar beratmu tuh di depan".
"Putuy lagi ya Yan?" tanya Metha sambil menyantap bihunnya
dengan lahap.
"Emang ada lagi yang ngefans sama kamu sampai kayak kamu ngefans
sama bihun? Musti selalu dinikmati setiap hari" jawab Ryan asal.
"Yeeee emang Tha apaan bisa dinikmati... Tha itu cuman bisa
dinikahin!" upsss... Metha keceplosan.
"Ciiyeeeee yang udah pengen nikaaaah..." sambar Ryan saat
memperoleh celah untuk mem-bully. "Hak...hak...hak..."
terdengar tawa dari sisi meja yang lain. Alan hanya tertawa melihat muka Metha
yang memerah lalu kembali menikmati bihun goreng tabur wortelnya.
Metha buru-buru menyelesaikan sarapannya sebelum Ryan menggodanya lagi.
"Ummay, Mas Eko aku berangkat dulu yaaaa... Assalamualaikum!" pamit
Metha.
"Lah aku gak dipamitin Tha?" protes Ryan. Metha hanya
meliriknya sekilas sambil menjulurkan lidahnya. Dan Ryan hanya menggerutu
merasa tak dianggap.. "Bah! Udah kayak kekasih tak dianggap aja aku disini,
disapa pun tidak!" keluh Ryan lebay.
Begitu melihat Putuy, Metha hanya tersenyum "Pagi amat Tuy… Aku
berangkat dulu yaa... Tuh main aja sama Ryan." sapa Metha ramah meski
cuman sekedar basa-basi.
"Bareng aku aja yuuuk..." tawar Putuy seperti biasanya. Dan
seperti biasanya pula Metha akan menjawab, "Terima kasih. Transjakarta
masih beroperasi kok..." dan Putuy hanya akan tersenyum kecut melihat
Metha yang berlalu dihadapannya setelah tersenyum manis sekali.
"Sudaaaah... Yuuuk daripada nganggur tuh boncengan motor, mending
anterin aku aja yuukk beli buku". Tiba-tiba saja Ryan sudah ada di
belakang Putuy dan memaksanya untuk membonceng Ryan.
"Yaaa Tuhaaaan aku semalam mimpi naek motor dengan malaikat kenapa
sekarang aku naek motor sama beruang maduuuu" jerit Putuy dalam hati
dengan muka kusut yang tersiksa karena menahan beban motor dan orang yang duduk
di boncengannya yang kini memeluknya erat dari belakang.
*******
"Assalamualaikum. Uuummm! Maaas Ekoooo! Ryaaaan! Mana sih orang2
ini" tak ada jawaban. Mungkin mereka sedang tidur. Metha langsung saja
membuka pintu lalu berbaring di ranjang tanpa mengganti pakaiannya. Sudah
sedikit terlelap ketika tiba-tiba ada yang menghantam lengannya dengan bantal.
"Iiihhh apaan sih masuk kamar gak pake ketuk pintu dulu!" sungut
Metha sambil mencoba duduk.
"Lah kan mesti aku yang kena padahal kan kamu yang masuk
kamarku", Ryan hanya geleng-geleng kepala. Pasti setelah ini dia akan
jawab ... "Ryaaaan...ini kan kaa....mar kamu" jawab Metha malu karena
lagi-lagi dia menyadari kalo dia salah masuk kamar lagi. Dia lalu ngeloyor ke
kamarnya saat Ryan berkata, "Tha, jangan salah kamar lagi yaaaa. Itu kamar
kamu yang di ujung sebelah kanan!"
*******
Malam itu, saat mereka sedang makan malam, Ummay mencoba menanyakan
perihal Putuy pada Metha. "Kamu ga kasihan sama Putuy? Tiap hari loh dia
nyamperin kamu, tapi kamunya selalu milih naek TJ".
"Kasihan si Um. Tapi kan Tha sudah bilang sama Putuy kalo Tha gak
mau pacaran dan gak usah kesini juga. Tapi si Tuy aja tuh yang terus-terusan
datang", jelas Metha.
"Emang kenapa sih Tha gak mau pacaran? Enak lagi pacaran. Bisa
telpon-telponan. Bisa saling merindu. Bisa kirim-kiriman puisi. Kalo malam
minggu bisa nge-date kemana gituh.
Kalo jomblo kan yang ditelpon paling temen. Itu juga bentar doang. Kalo ada
yang lagi rindu cuman bisa bayangin sedang merindukan sesseorang tapi gak jelas
orang siapa. Kalo malam minggu cuman duduk di rumah doang sambil baca buku ato
nonton tv. Ngenes kan ya?" Metha, Ummay dan Alan saling melirik. Mereka
paham sekali kalo Ryan sudah ngomong panjang kali lebar pasti itu curhat.
"Hak...hak...hak...hak... Jd kamu jomblo ngenes ya Yan? Sini aku
peluk" kelakar Alan. “Aku sih enjoy
aja! Hak…hak…hak…hak…”.
"Jadiiiii Ryan ga suka nih makan malam bareng di sini pas sabtu
malam giniiii? Jadi sedih" sekarang giliran Ummay yang nyindir.
"Buat apa lagi Yan seneng di dunia tapi banyak maksiatnya. Mending
ngenes dulu tapi nantinya bisa seneng-seneng dunia akhirat", jawab Metha
dengan sangat bijak.
"Ah iyaaa... Makasih ya Thaaaa... Peluuuukk" Ryan berlari dan
kemudian memeluk.....tembok. Mana berani Ryan memeluk Metha. Mau mampus dia!
Ha...ha...ha...
******
Hari-hari selanjutnya masih dijalani seperti biasa. Dengan rutinitas yang
biasa pula. Sarapan dengan menu seperti biasanya. Dengan sapa dan canda juga
seperti biasanya. Pokoknya semua serba biasa deh. Tapi hari sabtu itu, ada yang
tidak biasa. Metha terlihat begitu bahagia. Dia senyum terus sejak dia keluar
kamar. Ada yang membuncah di hatinya. Ada rasa yang ingin dia bagi bersama
orang-orang terdekatnya. Dia selama ini memang menyimpan rahasia itu hingga
semuanya jelas. Dan sekarang semuanya memang jelas. Tanggal telah ditentukan.
Dan dia ingin menyampaikannya pagi ini. Mumpung semua orang sedang libur.
"Ummay, Mas Eko, Ryan... Tha mau bicara sesuatu boleh?" tanya Metha
pagi itu.
"Yaelah Tha, ngomong aja kali. Kenapa? Masalah Putuy lagi?"
sambar Ryan. "Eemmm gak kok. Ini masalah masa depan Tha." ucap Metha
kalem.
"Sepertinya serius nih. Apa sih Tha?" kejar Ummay tak sabar.
Sedang Alan masih hanya diam menunggu. Menunggu saat untuk tertawa lagi...
Hak...hak...hak...
*******
Terdengar suara siulan dari salah satu kamar kos mewah. Si empunya suara
sedang bahagia. Dia sedang mematut dirinya di depan kaca. Sepagian ini dia
sudah mandi dan keramas. Biar wangi dan segar pikirnya. Dia juga sudah memilih
pakaian terbaiknya. Menyetrikanya semalam lalu menggantungnya biar tak lecek.
Dia ingin semuanya benar-benar rapi karena hari ini adalah hari yang spesial!
Setelah dia yakin penampilannya sudah sempurna. Dia membuka laci
lemarinya. Disanalah tersimpan benda yang sangat istimewa yang tersimpan di
sebuah kotak beludru hitam. Benda istimewa untuk orang yang istimewa pula. Dia
tersenyum saat memandang isi kotak itu lagi sebelum memasukkannya kedalam
sakunya.
Dia memandang lagi dirinya melalui cermin sebelum dia berangkat.
"Sempurna" lalu dia beranjak menuju motornya. Siap memacunya menuju
rumah gadis teristimewa dihatinya.
*******
"Thaaaa kok malah diem. Mau ngomong apa sih??? Bikin penasaran aja
sih! Ryan tinggal ngepet nih!" sungut Ryan yang begitu penasaran.
"Um, jagain lilinnya yaaa. Yuk Mas berangkat. Lumayan ntar hasilnya bisa
buat beli permen!" lanjut Ryan ketika Tha tak juga mulai ngomong. "Iiiihhh
sabar napa Yan. Ini masih nata hati tauk. Lagian maana ada ngepet pagi hari!"
sembur Metha. "Bismillahirrohmanirrahim"
"Alhamdulillhirobbilalamiin. Arrohmanirrohiim" lanjut Ryan
sekenanya. Ummay mencubitnya. Ryan meringis lalu kembali fokus menatap Metha
sambil mengucap mantra, "ngomong Metha...ngomong Metha" (oke yang ini
juga lebay!)
"Ryan iiiihhh...pengen kucubit pake tang deh pipi kamu! Oke. Tha mau
dikhitbah minggu depan. Datang yaaaa ke Bogor. Tha ingin kalian semua ada
disana" akhirnya keluar juga kalimat itu. Metha merasa begitu lega.
"Apa Tha? Dikhitan???? Serius kamu mau dikhitan? Sakit loh Thaaa"
jawab Ryan oon karena shock. Seketika
senyum Metha hilang. Ingin rasanya dia mengambil godam dan menghantamkannya ke
tubuh Ryan yang tambun saking gemesnya. Ummay langsung mengambil langkah
terbaik biar Ryan tidak tambah oon. "Dikhitbah Ryan. Dilamar. Bukan
dikhitan. Selamaaat ya cantiiiikkkk. Siapa lelaki beruntung itu?" ucap
Ummay sambil memeluk Metha. Sedang Alan tetep duduk di tempat semula tersenyum
turut bahagia "hak...hak...hak...hak...selamat ya Tha. Sudah kuduga."
Belum sempat Metha menanggapi mereka tiba-tiba terdengar suara seorang lelaki.
"Tha... Lalu siapa dong Tha yang pake cincin ini?" tanpa ada
yang tahu ternyata sejak tadi sudah ada Putuy yang berdiri mematung di pintu
tengah. Dia hanya ingin memberi kejutan ketika dia mendengar kata
"khitbah" yang dia tahu betul apa artinya. Shock! Pasti. “Aku bahkan butuh waktu lama sekali untuk memilih
cincin yang pantas buatmu”. Suasana tiba-tiba hening, ada rasa yang tak nyaman
saat itu.
"Eh ada Putuy. Duduk dulu sini Tuy, capek berdiri terus
disitu". Alan merangkul Putuy, mengajaknya duduk. Tak tega Alan melihat
muka si Putuy yang kusut meski penampilannya begitu necis. Dia juga mulai tak nyaman
dengan rasa canggung yang tercipta.
"Ehem..” Metha mencoba memulai pembicaraan lagi. “Maaf ya Put. Akan
ada jari yang lebih pantas memakai cincin pilihanmu itu. Dan jari manis itu
bukan milik Tha. Maaf ya Put. Kamu lelaki baik. Tapi mungkin kita memang tidak
berjodoh", kata Metha dengan sangat hati-hati. Mencoba tak menyakiti
siapapun meski dia tahu sudah ada yang terluka.
"Iya. Tapi kan…." tak jadi Putuy melanjutkan kata-katanya. Lalu
dia berdiri dan beranjak pergi. "Loh Putuy mau kemana?" tanya Ryan
yang melihat Putuy keluar. Dia mengikuti Putuy. "Aku mau pulang dulu ya.
Terima kasih. Assalamualaikum"
Ryan berjalan mengikuti Putuy. Saat Putuy hendak menaiki motornya,
isengnya Ryan kambuh. "Put, sebenarnya ada jari yang pantas memakai
cincinmu itu." Ada perubahan pada raut muka Putuy, sedikit berwarna.
Berhasil sepertinya trik Ryan. Dia lalu melanjutkan, "Jari aku masih belum
ada cincinnya. Sepertinya cincin itu pas disini" dengan sangat lembut Ryan
mengulurkan jari kelingkingnya pada Putuy. Rona muka Putuy memang berubah. Jauh
lebih berwarna. Warna merah karena merasa tertipu dengan ucapan Ryan.
"Sompreeet lu Yan" sembur Putuy sambil menggeber motornya dan melaju
dengan kecepatan cahaya. Ryan hanya menggedikkan bahunya, "Ya sudah kalo
gak mau. Padahal cincin itu kan memang pas ditanganku" omelnya saat
berjalan kembali masuk ke rumah lalu menutup pintunya.
Cerpen ini
diikutkan dalam Lelang Buku Bayar Karya di grup WA Love Books a Lot ID.
Semua tokoh
disini nyata dengan sedikit perubahan nama, namun kisahnya hanya fiksi semata.
J