Aku melihatnya. Berjalan perlahan meniti jembatan kayu kecil ini. Sambil sesekali tersenyum. Senyum ceria sambil menatap lelaki yang berdiri di tengah-tengah jembatan. Sesekali terdengar bunyi klak-klik dari benda silver kecil yang selalu dibawanya. Begitu lampu blitz menyala beberapa kali menerpaku, dia akan tertawa.
"Berapa lama lagi, Sayang? Aku udah capek banget nih. Kurang berapa sih?" Teriak si lelaki yang peluhnya sudah menetes, membasahi hampir seluruh kemeja merahnya.
Tak ada jawaban, hanya gerakan ringan si gadis yang melirik tangan kirinya. Lalu dia mengedipkan matanya dan kembali tersenyum.
Tak ada yang aneh dari dia. Gadis berbadan mungil yang manis. Kulitnya putih bersih dengan hidung mancung yang mungil. Matanya indah, selalu berbinar. Mata yang membuatnya menyukai semua orang dengan binar mata yang sama. Bibirnya selalu tersenyum, tipis dan memerah. Kemanapun dia pergi, tak pernah ia meninggalkan tas ransel kanvasnya. Bahkan dia pun tak pernah meletakkan atau menitipkan ranselnya yang penuh.
Matahari memerah di langit barat. Menciptakan semburat kuning dan jingga, indah dan menenangkan. "Waktunya tiba," gumam si gadis. Dia perlahan mendekati lelaki yang mulai sudah terduduk bersimbah peluh. Begitu dia sudah berdiri di depanku, si lelaki pun seketika mendekapku dari belakang. "Tenang ya gadis manis," bisik lelaki itu di telingaku. Aku ingin mengatakan sesuatu tapi mulutku tak lagi mampu bergerak. Aku menatap gadis yang kini berjongkok di depanku. Mengeluarkan satu album foto besar, lalu menempelkan satu fotoku yang sudah dia ambil beberapa hari yang lalu pada lembar terakhir. Lalu dia mengeluarkan pisau dan pinset serta satu mangkuk stainless. Kemudian dia mengeluarkan satu stoples sedang yang membuatku terpaku, pasrah.
Hal terakhir yang kulihat sebelum aku mati rasa adalah seringainya saat menancapkan pipet itu di lengan atasku. Lalu aku masih sempat merasakan dinginnya stainless pipih menyentuh kelopak mataku sebelum akhirnya aku terlempar ke dasar sungai dengan meninggalkan bola mataku beberapa menit setelah pengaruh anastesi itu hilang. Mungkin kini bola mataku sedang berdesakan di dalam stoples yang berisi cairan bening dan telah sesak dengan puluhan bola mata. Sedangkan aku tak lagi mampu merasakan beban badanku, aku melayang ringan, menatap lelaki dan gadis itu. Mendengarkan sekilas percakapan mereka.
"Makasih ya, Sayaaang. Aku bahagia sekali! Sebentar lagi hanya aku yang akan mempunyai binar mata yang indah dikota ini!" Ucap si gadis sesaat setelah ia menempelkan stiker bertuliskan "ALBUM 5" dan "STOPLES 5" pada album dan stoppes yang kini ia masukkan kembali ke dalam ranselnya. Lalu melipat kumpulan stiker album dan stoples yang tersisa cukup banyak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar