Bersama kalian aku merasa ada...
Bukan sekedar raga tanpa makna...
Tapi lebih dari sekedar nyawa...
Bersama kalian selalu ada tawa...
Diantara kita selalu ada kisah...
Kisah tentang rasa dan asa...
Bersama kalian aku menemukan cinta...
Cinta tanpa kata...
Yang selalu berpendar dari setiap kata...
Bersama kalian, aku bahagia...
Tak perlu berpura-pura...
Tak perlu berdusta...
Bersama kalian, aku bahagia...
I just want to pause whatever I am doing for one minute, everyday, and remember death! It will happen to me and all of us one day, I ask myself am I ready to meet my Lord, Allah, the Almighty? What have I prepared and sent forth?
Sabtu, 31 Agustus 2013
Untuk kalian, Malika dan Tania
Buat Tania Kanaya
Mereka telah mengisi hari-hariku…
Memberi terang di pagiku…
Membawa mimpi pada malamku…
Mereka adalah keindahan…
Mereka itu istimewa dan aku mencintai mereka…
Memberi terang di pagiku…
Membawa mimpi pada malamku…
Mereka adalah keindahan…
Mereka itu istimewa dan aku mencintai mereka…
My Dream... Our Dream!
Standing there is my dream… Not only mine, but ours!
I’ve kept it for nine years!
I’ve fell down for several times…but never forget my dream because there is someone there who is waiting for me.
Being the best is just an extra gift for me… an extra pride for him!
Bapak: Pak, it was my promise to bring the pride for you, again. It is our dream to be there together! It’s for you!! You’re not here anymore but I know that you’re nearby and looking at me at this time, with that special way…Miss you so much! :’)
Ibu: Bu, it might be not your main dream, but thanks for being with me to reach my dream. This is also for your loves, prays, cares and other sacrifices. Thank you for standing beside me.. I’ve never said “I love you” but never doubt my love for you. I love you more than you can imagine, more than myself! :*
Perhaps, you’re not the perfect parents in the world but you’re the best parents for me. You’re nothing for this world but you’re my world, my everything because you’ve loved me perfectly! I’ll always try to give you my best because you’re the best thing that I’ve ever had!! May Allah bless you…and save you a place in heaven…
Aamiin…
-graduation note, 2011-
I’ve kept it for nine years!
I’ve fell down for several times…but never forget my dream because there is someone there who is waiting for me.
Being the best is just an extra gift for me… an extra pride for him!
Bapak: Pak, it was my promise to bring the pride for you, again. It is our dream to be there together! It’s for you!! You’re not here anymore but I know that you’re nearby and looking at me at this time, with that special way…Miss you so much! :’)
Ibu: Bu, it might be not your main dream, but thanks for being with me to reach my dream. This is also for your loves, prays, cares and other sacrifices. Thank you for standing beside me.. I’ve never said “I love you” but never doubt my love for you. I love you more than you can imagine, more than myself! :*
Perhaps, you’re not the perfect parents in the world but you’re the best parents for me. You’re nothing for this world but you’re my world, my everything because you’ve loved me perfectly! I’ll always try to give you my best because you’re the best thing that I’ve ever had!! May Allah bless you…and save you a place in heaven…
Aamiin…
-graduation note, 2011-
MaySyifa
Maya bersama Syifa
adalah dunia yang terhampar diantara dua hati yang saling memuja...
Maya bersama Syifa
adalah kebahagiaan diantara airmata dan tawa...
Maya dan Syifa
adalah cinta yang sempurna meski dunia menganggap mereka tak sempurna...
Maya...
Syifa...
Adalah cinta tanpa cela...
***
Mbak Maya, terima kasih telah memberiku kesempatan mengenal Syifa yang hebat…
Terima kasih atas persahabatan yang Mbak tawarkan… Terima kasih atas nasihat-nasihat nya…
Terima kasih atas teguran-teguran yang Mbak berikan…
Terima kasih atas waktu-waktu yang Mbak sisihkan buat aku diantara kesibukan Mbak...
Terima kasih karena telah mau berteman dengan aku yang… well, … super manja! :’)
Akan selalu ada rindu diantara waktu-waktuku yang tersisa untuk Mbak dan Syifa…
Terima kasih Allah, karena Engkau telah mengirim Mbak Maya dan Syifa dalam kehidupanku...
Dua sosok yang memenuhi waktuku, yang mencecap tawa dan air mata bersamaku…
Terima kasih atas tali yang Kau sambung meski tanpa pernah terikat darah diantara kami… Terima kasih atas rindu dan kasih yang kau tabur diantara kami…
Allah, jaga mereka berdua…dengan sepenuh-penuhnya penjagaanMu…
adalah dunia yang terhampar diantara dua hati yang saling memuja...
Maya bersama Syifa
adalah kebahagiaan diantara airmata dan tawa...
Maya dan Syifa
adalah cinta yang sempurna meski dunia menganggap mereka tak sempurna...
Maya...
Syifa...
Adalah cinta tanpa cela...
***
Mbak Maya, terima kasih telah memberiku kesempatan mengenal Syifa yang hebat…
Terima kasih atas persahabatan yang Mbak tawarkan… Terima kasih atas nasihat-nasihat nya…
Terima kasih atas teguran-teguran yang Mbak berikan…
Terima kasih atas waktu-waktu yang Mbak sisihkan buat aku diantara kesibukan Mbak...
Terima kasih karena telah mau berteman dengan aku yang… well, … super manja! :’)
Akan selalu ada rindu diantara waktu-waktuku yang tersisa untuk Mbak dan Syifa…
Terima kasih Allah, karena Engkau telah mengirim Mbak Maya dan Syifa dalam kehidupanku...
Dua sosok yang memenuhi waktuku, yang mencecap tawa dan air mata bersamaku…
Terima kasih atas tali yang Kau sambung meski tanpa pernah terikat darah diantara kami… Terima kasih atas rindu dan kasih yang kau tabur diantara kami…
Allah, jaga mereka berdua…dengan sepenuh-penuhnya penjagaanMu…
I LOVE YOU, Mbak! ;)
Aku bahagia telah mengenalnya, sosok ceria yang seharusnya selalu tersenyum tanpa boleh menangis. Tapi sayangnya, semua orang pasti menangis. Entah karena goresan pada tubuhnya, atau karena luka yang dalam di hati dan kehidupannya. Begitu pula dia. Terlalu banyak menangis bahkan, terlalu banyak buat dia.
Dia yang selalu berusaha ceria. Selalu mampu memasang senyum dibibirnya. Selalu mampu membuat orang lain tertawa. Bahkan orang lain kadang luput melihat kesedihan dan luka masa lalu dimatanya. Itu kesanku tentangnya. Aku mengenalnya sejak tahun lalu. Perkenalan di cyber world tanpa pernah tau seperti apa rupa masing-masing selain foto. Hanya penggalan-penggalan cerita dari sekumpulan kata yang terpecah menjadi kode 1 dan 0 saat melewati gelombang dan frekuensi tertentu sebelum akhirnya kembali menjadi kalimat setelah beberapa detik. Namun penggalan cerita itu membuatku merasa dekat dengannya. Bagiku, kedekatan bukanlah dari darah yang sama. It’s not about blood relation, it’s about heart!
Kini, aku telah bertemu dengannya. Nyata. Menyentuhnya, memeluknya. Apa yang aku rasakan? Entahlah. Ada bahagia disana. Ada rindu yang membuncah. Ada rasa penasaran yang lama tersimpan. Tapi semuanya bermuara pada satu rasa yang aku kenali: SAYANG! Dan tetap, DEKAT! Aaaaarrrggghhhh!!!! Aku menyayangi dia! :”)
Entah mengapa aku merasa tiba-tiba menyayangi dia. Ingin sekali aku berbagi rasa ini padanya. Memeluk dia seolah aku tak pernah ingin dia merasa sendirian. Menggandengnya seolah aku ingin membuatnya tak lagi terjatuh. Aku hanya ingin menopangnya, semampu yang aku bisa. Memandangnya, berharap dia tak hanya tersenyum padaku. Aku ingin dia menangis, melepas topengnya. Hanya itu. Tapi dia terlalu pandai menyimpannya. Menutupi. Dia terlalu baik hingga tak ingin membebani orang lain. Dan itu semakin membuatku ingin bersamanya.
Dia dan jiwa lain dalam kehidupannya menjadi detak lain dalam nadiku. Menjadi untaian baru dalam tiap doaku. Menjadi warna baru dalam kehidupanku…bukan warna buram. Tapi warna yang hangat, warna yang menyejukkan. I love you, Mbak.. :’)
Dia yang selalu berusaha ceria. Selalu mampu memasang senyum dibibirnya. Selalu mampu membuat orang lain tertawa. Bahkan orang lain kadang luput melihat kesedihan dan luka masa lalu dimatanya. Itu kesanku tentangnya. Aku mengenalnya sejak tahun lalu. Perkenalan di cyber world tanpa pernah tau seperti apa rupa masing-masing selain foto. Hanya penggalan-penggalan cerita dari sekumpulan kata yang terpecah menjadi kode 1 dan 0 saat melewati gelombang dan frekuensi tertentu sebelum akhirnya kembali menjadi kalimat setelah beberapa detik. Namun penggalan cerita itu membuatku merasa dekat dengannya. Bagiku, kedekatan bukanlah dari darah yang sama. It’s not about blood relation, it’s about heart!
Kini, aku telah bertemu dengannya. Nyata. Menyentuhnya, memeluknya. Apa yang aku rasakan? Entahlah. Ada bahagia disana. Ada rindu yang membuncah. Ada rasa penasaran yang lama tersimpan. Tapi semuanya bermuara pada satu rasa yang aku kenali: SAYANG! Dan tetap, DEKAT! Aaaaarrrggghhhh!!!! Aku menyayangi dia! :”)
Entah mengapa aku merasa tiba-tiba menyayangi dia. Ingin sekali aku berbagi rasa ini padanya. Memeluk dia seolah aku tak pernah ingin dia merasa sendirian. Menggandengnya seolah aku ingin membuatnya tak lagi terjatuh. Aku hanya ingin menopangnya, semampu yang aku bisa. Memandangnya, berharap dia tak hanya tersenyum padaku. Aku ingin dia menangis, melepas topengnya. Hanya itu. Tapi dia terlalu pandai menyimpannya. Menutupi. Dia terlalu baik hingga tak ingin membebani orang lain. Dan itu semakin membuatku ingin bersamanya.
Dia dan jiwa lain dalam kehidupannya menjadi detak lain dalam nadiku. Menjadi untaian baru dalam tiap doaku. Menjadi warna baru dalam kehidupanku…bukan warna buram. Tapi warna yang hangat, warna yang menyejukkan. I love you, Mbak.. :’)
“Dia belum lagi datang bukan karena dia tak ingin datang, tapi dia tengah bersiap dan menanti ku untuk menyiapkan yang terbaik pula untuknya…”— just a reflection of love story…
RAGIL: AKU, BAPAK DAN JANJI KITA
Bapak,
Masih ingatkah Bapak dengan janji kita yang selalu kita bincangkan di sore-sore kita?
Tentang harapan-harapan kita yang kita bagi saat kita bersama menikmati senja?
Tentang cerita-cerita yang akan kita tuliskan dikala malam-malam menyelimuti raga kita?
Tak perlu Bapak jawab, karena aku tahu Bapak jelas mengingatnya. Sejelas ingatanku. Iya kan??? :)
Pak, tak pernah aku lupa semua itu. Aku simpan dalam hati. Aku jaga baik-baik hingga saat itu datang. Tak ada yang mudah di dunia ini, begitu pun dalam menggapai mimpi-mimpi kita. Tapi tak usahlah Bapak khawatir. Aku kuat dan aku sanggup karena cinta dan kepercayaan Bapak selalu menguatkanku. Karena Bapak ada disini, di hati ku…
Bapak, saat itu akan segera tiba. Dan kita akan bertemu kembali dengan senyum di masing-masing bibir kita. Dengan kehangataan di mata kita dan rindu yang membuncah di hati kita. Saat itu akan datang. Menyambut kita yang datang dengan membawa janji kita masing-masing.
Saat itu akan segera datang. Dan aku menunggumu disana…
Dengan rindu yang membuncah, Ragil
*catatan menjelang wisuda
Masih ingatkah Bapak dengan janji kita yang selalu kita bincangkan di sore-sore kita?
Tentang harapan-harapan kita yang kita bagi saat kita bersama menikmati senja?
Tentang cerita-cerita yang akan kita tuliskan dikala malam-malam menyelimuti raga kita?
Tak perlu Bapak jawab, karena aku tahu Bapak jelas mengingatnya. Sejelas ingatanku. Iya kan??? :)
Pak, tak pernah aku lupa semua itu. Aku simpan dalam hati. Aku jaga baik-baik hingga saat itu datang. Tak ada yang mudah di dunia ini, begitu pun dalam menggapai mimpi-mimpi kita. Tapi tak usahlah Bapak khawatir. Aku kuat dan aku sanggup karena cinta dan kepercayaan Bapak selalu menguatkanku. Karena Bapak ada disini, di hati ku…
Bapak, saat itu akan segera tiba. Dan kita akan bertemu kembali dengan senyum di masing-masing bibir kita. Dengan kehangataan di mata kita dan rindu yang membuncah di hati kita. Saat itu akan datang. Menyambut kita yang datang dengan membawa janji kita masing-masing.
Saat itu akan segera datang. Dan aku menunggumu disana…
Dengan rindu yang membuncah, Ragil
*catatan menjelang wisuda
RAGIL: DOA MALAM UNTUK IBU
Do’a malam untuk Ibuku…
Ya Allah…
Berikanlah kesehatan, kebahagiaan, ketenangan jiwa, kesejahteraan dan keberkahan hidup
Untuk wanita yang telah rela berbagi nutrisi dengan ku dan membawa semua beban nyawa dan raga ketika mengandung ku…
Yang pertaruhkan nyawa saat melahirkan ku…
Yang tak terhitung tetes keringat dan air matanya ketika memeliharaku…
Yang tak pernah berhenti memberikan segala yang dimiliki meski aku telah dewasa…
Yang tak pernah sanggup aku membalas segala keikhlasan yang telah diberikannya kepadaku…
Ya Allah…
Jagalah ibuku seperti yang telah dia lakukan selama ini kepadaku
Karena Engkau lah sebaik-baiknya penjaga
Ya Allah…
Tuntunlah Ibuku di jalan menuju ke surga mu
Dan siapkanlah satu tempat di pojok surga untuknya kelak…
Ya Allah…
Jagalah lisan ini agar tak lagi ku menyakiti hatinya
Jagalah hati ini untuk tetap menyimpan cinta untuknya
Dan jagalah raga ini agar ku bisa membuatnya bahagia
Semampu yang aku bisa…
Aamiin…
I love you Bu… meski tak pernah kuucap sekalipun!
Ya Allah…
Berikanlah kesehatan, kebahagiaan, ketenangan jiwa, kesejahteraan dan keberkahan hidup
Untuk wanita yang telah rela berbagi nutrisi dengan ku dan membawa semua beban nyawa dan raga ketika mengandung ku…
Yang pertaruhkan nyawa saat melahirkan ku…
Yang tak terhitung tetes keringat dan air matanya ketika memeliharaku…
Yang tak pernah berhenti memberikan segala yang dimiliki meski aku telah dewasa…
Yang tak pernah sanggup aku membalas segala keikhlasan yang telah diberikannya kepadaku…
Ya Allah…
Jagalah ibuku seperti yang telah dia lakukan selama ini kepadaku
Karena Engkau lah sebaik-baiknya penjaga
Ya Allah…
Tuntunlah Ibuku di jalan menuju ke surga mu
Dan siapkanlah satu tempat di pojok surga untuknya kelak…
Ya Allah…
Jagalah lisan ini agar tak lagi ku menyakiti hatinya
Jagalah hati ini untuk tetap menyimpan cinta untuknya
Dan jagalah raga ini agar ku bisa membuatnya bahagia
Semampu yang aku bisa…
Aamiin…
I love you Bu… meski tak pernah kuucap sekalipun!
RAGIL: AKU dan CITA
Siapa yang menyangka bahwa seorang Ragil Handoko akan menjadi seorang guru? Tidak ada kurasa. Ragil yang serampangan, yang ceroboh, yang tak sekalipun menyukai kegiatan mengajar menjadi seorang guru adalah mimpi yang tidak pernah ada di dalam daftar mimpi keluarganya. Keinginan Ragil bukanlah menjadi guru. Ragil adalah sosok gadis yang selalu ingin berpetualang. Pergi ke tempat-tempat baru, menyelami budaya dan kebiasaan masyarakatnya. Ragil tidak pernah tahan bekerja dan menghadapi orang banyak. Dia lebih mencintai pekerjaan yang berkutat dengan benda-benda. Tanpa perlu berhadapan dengan manusia.
Itulah Ragil yang dikenal oleh Ragil. Aku Ragil dan aku mengajar diawali oleh keterpaksaan, hanya karena merasa bertanggung-jawab. Aku dulunya memilih bekerja sebagai admin di sebuah lembaga bimbingan belajar. Disana aku bertemu dan bergaul dengan orang-orang yang berprofesi sebagai guru. Seperti Bapakku dulu. Pimpinan LBB tempatku bekerja sepertinya melihat ku memiliki jiwa mengajar (padahal aku merasa tidak bisa mengajar, sungguh! >_<). Setiap kali aku ditawari untuk mengajar, selalu kutolak dengan alasan tak siap mengajar. Karena penolakanku yang terus menerus, akhirnya pimpinanku tak lagi menawari ku mengajar. Leganya… Syukurku waktu itu.
Siapa sangka ternyata pada pertemuan LBB berikutnya aku mendapatkan “surprise”! Ketika pimpinanku mengakhiri materi pembekalannya, beliau memaparkan kelas dan penanggung-jawabnya. “Ragil, kamu nanti mengajar dan bertanggung jawab di kelas K1 ya”, lebih serupa perintah daripada penawaran. “K1 kan T…K.. , Pak..” ucapku masih dengan ekspresi takjub, shock, tak percaya, takut, dan kawan-kawannya. “Iya, karena kamu baru maka dikasih kelas yang paling muda”, urai beliau. Sedangkan di ruangan sudah penuh sorak-sorai, “Selamat ya Gil!!!”, “Akhirnya Ragil jadi guru juga”, “Semangat ya Gil!” dan ucapan lain yang membuatku semakin terpana. “Terus bagaimana saya mengajarnya? Awalnya apa? Terus dikasih materi apa? Aku kan belum berpengalaman, Pak T_T”, seperti orang bego aku menanyakan sesuatu yang sebenarnya secara teori sudah aku pahami. Aku memahami secara teori karena aku kuliah di jurusan pendidikan dan gilanya aku tidak ingin menjadi guru! Ironis. “Lah ini adalah jalan buat kamu biar memiliki pengalaman. Kami berusaha menngembalikanmu ke jalan yang benar Ragil”, jelas beliau lagi. Mengembalikanku ke jalan yang benar…jadi selama ini aku dianggap tersesat! Huaaaa!!! Mereka semua gilaaaaa!!! MAsak aku dianggap tersesat! Aku merutuk dan terus berpikir dan berpikir sampai rumah.
Itulah awal mulanya aku mengajar. Diawali dengan mengajar anak TK yang, subhanallah, diantara kelucuan mereka tersimpan energi yang begitu berlimpah membuat ku kadang berfikir, ini aku sudah terlalu tua atau aku yang masih seperti anak kecil ya… Kemudian mengajar anak SD yang mulai sering protes atas perilaku gurunya… Mengajar SMA yang siswa nya lebih menganggap gurunya lebih seperti teman dan akhirnya sering kebablasan hingga tak menghormat gurunya. Dan akhirnya mengajar SMP yang siswa-siswa nya sedang dalam pencarian jati diri, pengakuan masyarakat dan keluarganya. Sungguh senuah perjalanan yang penuh makna.
Bersama mereka, aku mulai banyak belajar. Belajar mengerti dan memahami karakter orang lain, belajar bertenggang rasa, belajar berbagi, belajar bercerita. Mereka terkadang berbuat ulah tetapi itulah dunia mereka. Mencoba menggali segala kemungkinan, mencoba segala hal yang baru. Mereka yang selalu membuat ku rindu sekolah, rindu mengajar. Mereka membuat ku bertahan saat kondisi terlelah ku… Mereka yang mampu membuat Ragil bertahan sebagai guru.. Thanks a lot dears…
Itulah Ragil yang dikenal oleh Ragil. Aku Ragil dan aku mengajar diawali oleh keterpaksaan, hanya karena merasa bertanggung-jawab. Aku dulunya memilih bekerja sebagai admin di sebuah lembaga bimbingan belajar. Disana aku bertemu dan bergaul dengan orang-orang yang berprofesi sebagai guru. Seperti Bapakku dulu. Pimpinan LBB tempatku bekerja sepertinya melihat ku memiliki jiwa mengajar (padahal aku merasa tidak bisa mengajar, sungguh! >_<). Setiap kali aku ditawari untuk mengajar, selalu kutolak dengan alasan tak siap mengajar. Karena penolakanku yang terus menerus, akhirnya pimpinanku tak lagi menawari ku mengajar. Leganya… Syukurku waktu itu.
Siapa sangka ternyata pada pertemuan LBB berikutnya aku mendapatkan “surprise”! Ketika pimpinanku mengakhiri materi pembekalannya, beliau memaparkan kelas dan penanggung-jawabnya. “Ragil, kamu nanti mengajar dan bertanggung jawab di kelas K1 ya”, lebih serupa perintah daripada penawaran. “K1 kan T…K.. , Pak..” ucapku masih dengan ekspresi takjub, shock, tak percaya, takut, dan kawan-kawannya. “Iya, karena kamu baru maka dikasih kelas yang paling muda”, urai beliau. Sedangkan di ruangan sudah penuh sorak-sorai, “Selamat ya Gil!!!”, “Akhirnya Ragil jadi guru juga”, “Semangat ya Gil!” dan ucapan lain yang membuatku semakin terpana. “Terus bagaimana saya mengajarnya? Awalnya apa? Terus dikasih materi apa? Aku kan belum berpengalaman, Pak T_T”, seperti orang bego aku menanyakan sesuatu yang sebenarnya secara teori sudah aku pahami. Aku memahami secara teori karena aku kuliah di jurusan pendidikan dan gilanya aku tidak ingin menjadi guru! Ironis. “Lah ini adalah jalan buat kamu biar memiliki pengalaman. Kami berusaha menngembalikanmu ke jalan yang benar Ragil”, jelas beliau lagi. Mengembalikanku ke jalan yang benar…jadi selama ini aku dianggap tersesat! Huaaaa!!! Mereka semua gilaaaaa!!! MAsak aku dianggap tersesat! Aku merutuk dan terus berpikir dan berpikir sampai rumah.
Itulah awal mulanya aku mengajar. Diawali dengan mengajar anak TK yang, subhanallah, diantara kelucuan mereka tersimpan energi yang begitu berlimpah membuat ku kadang berfikir, ini aku sudah terlalu tua atau aku yang masih seperti anak kecil ya… Kemudian mengajar anak SD yang mulai sering protes atas perilaku gurunya… Mengajar SMA yang siswa nya lebih menganggap gurunya lebih seperti teman dan akhirnya sering kebablasan hingga tak menghormat gurunya. Dan akhirnya mengajar SMP yang siswa-siswa nya sedang dalam pencarian jati diri, pengakuan masyarakat dan keluarganya. Sungguh senuah perjalanan yang penuh makna.
Bersama mereka, aku mulai banyak belajar. Belajar mengerti dan memahami karakter orang lain, belajar bertenggang rasa, belajar berbagi, belajar bercerita. Mereka terkadang berbuat ulah tetapi itulah dunia mereka. Mencoba menggali segala kemungkinan, mencoba segala hal yang baru. Mereka yang selalu membuat ku rindu sekolah, rindu mengajar. Mereka membuat ku bertahan saat kondisi terlelah ku… Mereka yang mampu membuat Ragil bertahan sebagai guru.. Thanks a lot dears…
RAGIL: IBU DAN SUARANYA
“Engkau adalah puisi abadiku… yang tak mungkin kutemukan dalam buku…”
- Abdurahman Faiz -
Puisi Faiz diatas akan menjadi awalan ceritaku tentang Ibuk. Sudah banyak cerita indah tentang Ibuk. Bahkan juga cerita kelam tentang Ibuk. Bukan aku ingin meniru mereka semua dengan cerita Ibuk. Aku hanya ingin berbagi tentang Ibuk. Sosok penting dalam keluarga selain Ayah. Pilar kehidupan lain dalam sebuah rumah tangga.
“Ragiiiiiillllll!!!!” itu suara Ibuk yang selalu membangunkanku tiap pagi. Bukan belaian lembut dan suara merdu. Hanya teriakan yang memekakkan telinga sejujurnya. Ibuk yang sudah berkutat dengan segala perlatan dapur dan bahan masakan selepas selalu memanggilku dengan suara berintonasi tinggi. Dari dapur! Ingat! Memanggil dari dapur. Mencoba membangunkan anak gadis satu-satunya yang terkenal malas bangun pagi.
Aku, tentu saja masih berusaha menoleransi jam bangunku. “Ah…5 menit lagi aja…” bisik setan di telingaku yang ku jawab dengan anggukan kepala dan gerakan menarik selimut dan guling. Beberapa menit berselang… “RAGIIIIIIIIILLLL!!!” ah itu suara Ibuk lagi. Sudah harus bangun nih. Ibuk yaaa nggak bisa apa ya bangunin aku dengan suara yang lembut, dielus kek atau digoyang pelan gituh kayak di TV, rutukku dalam hati seraya berjalan ke kamar mandi.
Tapi tahukah kalian bahwa intonasi dan nada suara Ibuk adalah sesuatu selalu akan kurindukan kala Ibuk tak ada. Kenapa? Karena itu suara Ibukku! Setiap Ibuk itu berbeda. Ibuk ku tak sama dengan ibu, mama, mami, bunda, atau emak orang lain. Ibuk ku belum tentu bisa merendahkan intonasi suaranya seperti ibu-ibu yang lain. Belum tentu bisa bersikap lembut dan mengungkapkan ekspresi cintanya dengan memeluk erat anaknya. Ibu-ibu yang lain pun belum tentu bisa “berteriak” seperti Ibukku kan… Belum tentu bisa menjaga ku dan merawatku hingga seperti saat ini.
Apapun dan bagaimanapun karakter ibu kita yakinlah bahwa apa yang mereka lakukan adalah ekspresi cinta mereka kepada anak-anaknya. Bahwa ditiap hati seorang ibu ada rasa cinta dan kasih sayang yang tak bisa terhapuskan. Entah rasa yang terlalu besar hingga menjadikan ibu kita super atau bahkan over protective dan melarang kita ini-itu. Atau rasa yang tak terlalu besar yang tak bisa pula terungkapkan hingga sering membuat anak berfikir bahwa ibu mereka tak menyayangi mereka.
Aku yakin Ibuk menyayangi aku dengan cara yang Ibuk tahu, dengan teriakan-teriakan dan tingkat kecerewetan yang tinggi. Begitu pula aku yang hanya mampu menyayangi Ibuk dalam diam…
- Abdurahman Faiz -
Puisi Faiz diatas akan menjadi awalan ceritaku tentang Ibuk. Sudah banyak cerita indah tentang Ibuk. Bahkan juga cerita kelam tentang Ibuk. Bukan aku ingin meniru mereka semua dengan cerita Ibuk. Aku hanya ingin berbagi tentang Ibuk. Sosok penting dalam keluarga selain Ayah. Pilar kehidupan lain dalam sebuah rumah tangga.
“Ragiiiiiillllll!!!!” itu suara Ibuk yang selalu membangunkanku tiap pagi. Bukan belaian lembut dan suara merdu. Hanya teriakan yang memekakkan telinga sejujurnya. Ibuk yang sudah berkutat dengan segala perlatan dapur dan bahan masakan selepas selalu memanggilku dengan suara berintonasi tinggi. Dari dapur! Ingat! Memanggil dari dapur. Mencoba membangunkan anak gadis satu-satunya yang terkenal malas bangun pagi.
Aku, tentu saja masih berusaha menoleransi jam bangunku. “Ah…5 menit lagi aja…” bisik setan di telingaku yang ku jawab dengan anggukan kepala dan gerakan menarik selimut dan guling. Beberapa menit berselang… “RAGIIIIIIIIILLLL!!!” ah itu suara Ibuk lagi. Sudah harus bangun nih. Ibuk yaaa nggak bisa apa ya bangunin aku dengan suara yang lembut, dielus kek atau digoyang pelan gituh kayak di TV, rutukku dalam hati seraya berjalan ke kamar mandi.
Tapi tahukah kalian bahwa intonasi dan nada suara Ibuk adalah sesuatu selalu akan kurindukan kala Ibuk tak ada. Kenapa? Karena itu suara Ibukku! Setiap Ibuk itu berbeda. Ibuk ku tak sama dengan ibu, mama, mami, bunda, atau emak orang lain. Ibuk ku belum tentu bisa merendahkan intonasi suaranya seperti ibu-ibu yang lain. Belum tentu bisa bersikap lembut dan mengungkapkan ekspresi cintanya dengan memeluk erat anaknya. Ibu-ibu yang lain pun belum tentu bisa “berteriak” seperti Ibukku kan… Belum tentu bisa menjaga ku dan merawatku hingga seperti saat ini.
Apapun dan bagaimanapun karakter ibu kita yakinlah bahwa apa yang mereka lakukan adalah ekspresi cinta mereka kepada anak-anaknya. Bahwa ditiap hati seorang ibu ada rasa cinta dan kasih sayang yang tak bisa terhapuskan. Entah rasa yang terlalu besar hingga menjadikan ibu kita super atau bahkan over protective dan melarang kita ini-itu. Atau rasa yang tak terlalu besar yang tak bisa pula terungkapkan hingga sering membuat anak berfikir bahwa ibu mereka tak menyayangi mereka.
Aku yakin Ibuk menyayangi aku dengan cara yang Ibuk tahu, dengan teriakan-teriakan dan tingkat kecerewetan yang tinggi. Begitu pula aku yang hanya mampu menyayangi Ibuk dalam diam…
RAGIL: BAPAK dan AKU
Teringat masa kecilku kau peluk dan kau manja
Indahnya saat itu buatku melambung
Disisimu terngiang hangat napas segar harum tubuhmu
Kau tuturkan segala mimpi-mimpi serta harapanmu
“Ragil, Bapak berangkat dulu ya…”, pamitnya ketika aku sedang asik bermain di tetangga sebelah. Aku segera menggamit tangan Bapak dan menciumnya. Tapi aku tak melepaskan tanggan Bapak, aku menatapnya.
“Pak, aku kok nggak sekolah? Itu Mbak Dee sekolah,” aku menunjuk ke arah teman main ku yang tinggal di seberang rumah.
Bapak dengan kalem menjawab, “Ragil main aja dulu sepuasnya, nanti kalau sudah puas baru Ragil sekolah.” Bapak membelai kepalaku sayang seraya mengucapkan kalimat tadi. Lalu mencium keningku dan menyuruhku kembali bermain. Bapak tak pernah menjelaskan padaku bahwa Bapak telah mempersiapkanku untuk menjadi yang terbaik. Bapak lalu menaiki motornya dan menyalakannya. Dan tak pernah lupa, Bapak selalu melambaikan tangannya dan tersenyum sebelum melaju bersama motor vespa kesayangannya. Aku? Aku kembali asik bermain di tetangga ku.
Bapak begitu mencintai dan memanjakanku. Setidaknya itu yang dikatakan oleh orang-orang disekitar kita. Dan aku pun merasakannya. Bapak selalu menuruti apa yang aku minta. Meski kadang tertunda, tetapi selalu dipenuhinya. Bapak tak pernah pergi sendirian, selalu denganku. Tanpa ibuk. Inilah yang kadang membuat ibuk cemburu. Bapak lebih memilih mengajakku daripada Ibuk untuk urusan jalan-jalan. Bapak tak pernah meninggalkanku, bahkan ketika bekerja pun, saat ada waktu luang dan tidak terlalu banyak pekerjaan Bapak pasti mengajakku. Oh ya, Bapak adalah seorang guru SD di pelosok desa. Sekolah Bapak saat itu cukup jauh dari rumah, kurang lebih 15km.
Bapak adalah lelaki paling hangat dan tenang yang aku kenal (secara aku kan masih kecil dan belum kenal siapa-siapa!). Bapak selalu melindungiku, bahkan dari sekedar gigitan nyamuk. Tahukah kalian bahwa Bapak lah yang selalu mengantarkan, bahkan menemaniku tidur. Ketika ada nyamuk yang menggigit bagian tubuhku maka Bapaklah yang akan menggosok bagian tubuh, entah kaki atau tanganku, sampai aku tak merasa gatal dan tertidur. Gosokan dan belaiannya lah yang nantinya akan selalu kurindukan.
Kau inginku menjadi yang terbaik bagimu
Patuhi perintahmu jauhkan godaan
Yang mungkin ku lakukan dalam waktu ku beranjak dewasa
Jangan sampai membuatku terbelenggu jatuh dan terinjak
“Pak, aku boleh nggak ikut beladiri? Aku besok sabtu ada latihan perdana di kota dan harus menginap disana…” ucapku dari atas sepeda sepulang dari mengaji.
“Nggak usah ikut! Lagian perempuan kok ikut silat segala, pakai menginap lagi!” sahut ibuk sengit yang memang dari dulu tidak pernah setuju aku bergabung di ekstra beladiri. Tapi sekali lagi, Bapak lah yang memberikanku izin. “Ikut aja kalau memang Ragil suka. Hitung-hitung buat jaga diri dan olahraga. Bapak dulu waktu muda juga pernah ikut beladiri kok. Malah Bapak dulu sempat jadi ketuanya loh,” cerita Bapak waktu itu. Dan kini pun, saat akuminta izin Bapak pula yang mengizinkan, “Ya sudah, berangkat saja,” sahut Bapak padakku. “Sudah sana masuk terus ganti baju.” Saat aku melangkahkan kaki ke rumah, kudengar Bapak bicara pada Ibuk, “sudah, biarkan saja dia, selagi masih ada kesempatan. Biar dia berkembang dan punya banyak teman.” Aku tersenyum dalam langkahku. Yes!!! Bapak memang yang paling mengerti aku.
Begitulah Bapak. Bapak selalu mendukungku, apapun itu kecuali hal-hal yang tidak berguna. Mungkin cenderung over protective yang wajar mengingat aku satu-satunya anak perempuannya dan anak terakhir pula. Pernah aku sedikit ngambek ketika aku minta izin buat ikut tetanggaku ke Surabaya dan tidak disetujui. Aku kecewa dengan Bapak waktu itu. Aku merasa Bapak tak sayang lagi padaku. Tetapi pelan-pelan Bapak menjelaskan alasannya. Bapak bilang, “buat apa ke Surabaya kalo cuman sekedar jalan-jalan tak tentu. Malah capek nanti. Mending di rumah saja sama Bapak, nanti kita beli es krim”. Dan Bapak selalu berhasil meluluhkan hatiku.
Tuhan tolonglah sampaikan sejuta sayangku untuknya
Ku terus berjanji tak kan khianati pintanya
Ayah dengarlah betapa sesungguhnya ku mencintaimu
Kan ku buktikan ku mampu penuh maumu
“Pak, lihat deh orang yang ada di TV itu. Ganteng deh. Dia pakai jas dan dasi. Terlihat begitu gagah…” celotehku ketika kami menonton acara di TV sore itu. Bapakku hanya diam dan tersenyum. “Pak, aku pengen deh lihat Bapak pakai pakaian seperti lelaki itu. Bapak pasti ganteng dan gagah. Bapak mau nggak?” lanjutku. Bapak mengalihkan pandangannya, lalu melingkarkan tangannya di pundakku. “Ehmmm, mau. Tapi nggak sekarang ya…”, ucapnya lalu mencium keningku. Kenyamanan yang sangat aku nikmati. “Terus kapan?”, kejarku. “Nanti, kalau kakak-kakakmu menikah atau kelak ketika Ragil lulus kuliah dan diwisuda. Bapak pasti akan pakai pakaian seperti yang dipakai orang itu”, telunjuk Bapak mengarah ke TV.
Waktu itu aku menghitung, berapa tahun lagi aku bisa melihat Bapak ku dengan pakaian yang terlihat gagah. Aku akan kuliah dan lulus lalu wisuda. Aku tersenyum dan berangan-angan waktu itu. Ah…tepatnya bermimpi dan mulai merencanakan masa depanku. Demi Bapak dan senyumnya yang menenangkan.
Tahun lalu, mataku memanas ketika aku ada di dalam bangsal bersama ratusan wisudawan yang lain. Aku mengingatnya… mengingat Bapakku… Aku berusaha sekuat tenaga untuk tak menangis, aku tak ingin membuat ibuk dan kakakku menangis juga. Tapi tetap, satu dua tetes air itu mendesak keluar. Aku menggenggam erat tangan ibuk dan kakakku yang berdiri disamping kanan kiriku. Melangkah beriringan menuju podium menerima penghargaan Lulusan Terbaik dari para petinggi universitas ku. Puluhan mata memandang ku, dan pandanganku mengabur. Air ini sungguh menganggu! Aku kan ingin terlihat bagus di depan orang banyak! Ah siaaaall!! Umpatku. Tapi aku toh tetap saja membiarkannya menghalangi pandanganku. Aku kangen Bapak. Pak…lihat! Aku penuhi janjiku. Aku wisuda sekarang. Bapak dimana? Katanya mau datang dan memakai pakaian orang kaya itu? Mana? Kan Bapaak udah janji… Aku mau lihat Bapak. Aku kangen Bapak. Aku telan semua kata-kata itu dalam hati saja. Aku tetap tersenyum. Dan aku tahu Bapak disana tersenyum, dengan pakaian itu. Memandaangku dan mengirimkan ketenangan yang kurindukan.
Andaikan detik itu kan bergulir kembali
Ku rindukan suasana basuh jiwaku
Membahagiakan aku yang haus akan kasih dan sayangmu
Tuk wujudkan segala sesuatu yang pernah terlewati
Sekarang, ketika aku sudah mampu berdiri sendiri di atas kaki ku, aku masih sangat jelas mengingat kenangan sekecil apapun dengan Bapak. Meski hanya 14 tahun aku bersamanya, tetapi Bapak memahat memori yang begitu indah. Tentang mimpi-mimpi dan keinginannya. Tentang janji-janji kita. Tentang cinta dan hidup kita.
Bapak mengajarkanku banyak hal. Bapak tak pernah ingkar. Bapak hanya tak mungkin menolak takdir. Bapak yang tenang. Bapak yang hangat. Bapak yang penyayang. Bapak yang….akan selalu aku cinta.
Indahnya saat itu buatku melambung
Disisimu terngiang hangat napas segar harum tubuhmu
Kau tuturkan segala mimpi-mimpi serta harapanmu
“Ragil, Bapak berangkat dulu ya…”, pamitnya ketika aku sedang asik bermain di tetangga sebelah. Aku segera menggamit tangan Bapak dan menciumnya. Tapi aku tak melepaskan tanggan Bapak, aku menatapnya.
“Pak, aku kok nggak sekolah? Itu Mbak Dee sekolah,” aku menunjuk ke arah teman main ku yang tinggal di seberang rumah.
Bapak dengan kalem menjawab, “Ragil main aja dulu sepuasnya, nanti kalau sudah puas baru Ragil sekolah.” Bapak membelai kepalaku sayang seraya mengucapkan kalimat tadi. Lalu mencium keningku dan menyuruhku kembali bermain. Bapak tak pernah menjelaskan padaku bahwa Bapak telah mempersiapkanku untuk menjadi yang terbaik. Bapak lalu menaiki motornya dan menyalakannya. Dan tak pernah lupa, Bapak selalu melambaikan tangannya dan tersenyum sebelum melaju bersama motor vespa kesayangannya. Aku? Aku kembali asik bermain di tetangga ku.
Bapak begitu mencintai dan memanjakanku. Setidaknya itu yang dikatakan oleh orang-orang disekitar kita. Dan aku pun merasakannya. Bapak selalu menuruti apa yang aku minta. Meski kadang tertunda, tetapi selalu dipenuhinya. Bapak tak pernah pergi sendirian, selalu denganku. Tanpa ibuk. Inilah yang kadang membuat ibuk cemburu. Bapak lebih memilih mengajakku daripada Ibuk untuk urusan jalan-jalan. Bapak tak pernah meninggalkanku, bahkan ketika bekerja pun, saat ada waktu luang dan tidak terlalu banyak pekerjaan Bapak pasti mengajakku. Oh ya, Bapak adalah seorang guru SD di pelosok desa. Sekolah Bapak saat itu cukup jauh dari rumah, kurang lebih 15km.
Bapak adalah lelaki paling hangat dan tenang yang aku kenal (secara aku kan masih kecil dan belum kenal siapa-siapa!). Bapak selalu melindungiku, bahkan dari sekedar gigitan nyamuk. Tahukah kalian bahwa Bapak lah yang selalu mengantarkan, bahkan menemaniku tidur. Ketika ada nyamuk yang menggigit bagian tubuhku maka Bapaklah yang akan menggosok bagian tubuh, entah kaki atau tanganku, sampai aku tak merasa gatal dan tertidur. Gosokan dan belaiannya lah yang nantinya akan selalu kurindukan.
Kau inginku menjadi yang terbaik bagimu
Patuhi perintahmu jauhkan godaan
Yang mungkin ku lakukan dalam waktu ku beranjak dewasa
Jangan sampai membuatku terbelenggu jatuh dan terinjak
“Pak, aku boleh nggak ikut beladiri? Aku besok sabtu ada latihan perdana di kota dan harus menginap disana…” ucapku dari atas sepeda sepulang dari mengaji.
“Nggak usah ikut! Lagian perempuan kok ikut silat segala, pakai menginap lagi!” sahut ibuk sengit yang memang dari dulu tidak pernah setuju aku bergabung di ekstra beladiri. Tapi sekali lagi, Bapak lah yang memberikanku izin. “Ikut aja kalau memang Ragil suka. Hitung-hitung buat jaga diri dan olahraga. Bapak dulu waktu muda juga pernah ikut beladiri kok. Malah Bapak dulu sempat jadi ketuanya loh,” cerita Bapak waktu itu. Dan kini pun, saat akuminta izin Bapak pula yang mengizinkan, “Ya sudah, berangkat saja,” sahut Bapak padakku. “Sudah sana masuk terus ganti baju.” Saat aku melangkahkan kaki ke rumah, kudengar Bapak bicara pada Ibuk, “sudah, biarkan saja dia, selagi masih ada kesempatan. Biar dia berkembang dan punya banyak teman.” Aku tersenyum dalam langkahku. Yes!!! Bapak memang yang paling mengerti aku.
Begitulah Bapak. Bapak selalu mendukungku, apapun itu kecuali hal-hal yang tidak berguna. Mungkin cenderung over protective yang wajar mengingat aku satu-satunya anak perempuannya dan anak terakhir pula. Pernah aku sedikit ngambek ketika aku minta izin buat ikut tetanggaku ke Surabaya dan tidak disetujui. Aku kecewa dengan Bapak waktu itu. Aku merasa Bapak tak sayang lagi padaku. Tetapi pelan-pelan Bapak menjelaskan alasannya. Bapak bilang, “buat apa ke Surabaya kalo cuman sekedar jalan-jalan tak tentu. Malah capek nanti. Mending di rumah saja sama Bapak, nanti kita beli es krim”. Dan Bapak selalu berhasil meluluhkan hatiku.
Tuhan tolonglah sampaikan sejuta sayangku untuknya
Ku terus berjanji tak kan khianati pintanya
Ayah dengarlah betapa sesungguhnya ku mencintaimu
Kan ku buktikan ku mampu penuh maumu
“Pak, lihat deh orang yang ada di TV itu. Ganteng deh. Dia pakai jas dan dasi. Terlihat begitu gagah…” celotehku ketika kami menonton acara di TV sore itu. Bapakku hanya diam dan tersenyum. “Pak, aku pengen deh lihat Bapak pakai pakaian seperti lelaki itu. Bapak pasti ganteng dan gagah. Bapak mau nggak?” lanjutku. Bapak mengalihkan pandangannya, lalu melingkarkan tangannya di pundakku. “Ehmmm, mau. Tapi nggak sekarang ya…”, ucapnya lalu mencium keningku. Kenyamanan yang sangat aku nikmati. “Terus kapan?”, kejarku. “Nanti, kalau kakak-kakakmu menikah atau kelak ketika Ragil lulus kuliah dan diwisuda. Bapak pasti akan pakai pakaian seperti yang dipakai orang itu”, telunjuk Bapak mengarah ke TV.
Waktu itu aku menghitung, berapa tahun lagi aku bisa melihat Bapak ku dengan pakaian yang terlihat gagah. Aku akan kuliah dan lulus lalu wisuda. Aku tersenyum dan berangan-angan waktu itu. Ah…tepatnya bermimpi dan mulai merencanakan masa depanku. Demi Bapak dan senyumnya yang menenangkan.
Tahun lalu, mataku memanas ketika aku ada di dalam bangsal bersama ratusan wisudawan yang lain. Aku mengingatnya… mengingat Bapakku… Aku berusaha sekuat tenaga untuk tak menangis, aku tak ingin membuat ibuk dan kakakku menangis juga. Tapi tetap, satu dua tetes air itu mendesak keluar. Aku menggenggam erat tangan ibuk dan kakakku yang berdiri disamping kanan kiriku. Melangkah beriringan menuju podium menerima penghargaan Lulusan Terbaik dari para petinggi universitas ku. Puluhan mata memandang ku, dan pandanganku mengabur. Air ini sungguh menganggu! Aku kan ingin terlihat bagus di depan orang banyak! Ah siaaaall!! Umpatku. Tapi aku toh tetap saja membiarkannya menghalangi pandanganku. Aku kangen Bapak. Pak…lihat! Aku penuhi janjiku. Aku wisuda sekarang. Bapak dimana? Katanya mau datang dan memakai pakaian orang kaya itu? Mana? Kan Bapaak udah janji… Aku mau lihat Bapak. Aku kangen Bapak. Aku telan semua kata-kata itu dalam hati saja. Aku tetap tersenyum. Dan aku tahu Bapak disana tersenyum, dengan pakaian itu. Memandaangku dan mengirimkan ketenangan yang kurindukan.
Andaikan detik itu kan bergulir kembali
Ku rindukan suasana basuh jiwaku
Membahagiakan aku yang haus akan kasih dan sayangmu
Tuk wujudkan segala sesuatu yang pernah terlewati
Sekarang, ketika aku sudah mampu berdiri sendiri di atas kaki ku, aku masih sangat jelas mengingat kenangan sekecil apapun dengan Bapak. Meski hanya 14 tahun aku bersamanya, tetapi Bapak memahat memori yang begitu indah. Tentang mimpi-mimpi dan keinginannya. Tentang janji-janji kita. Tentang cinta dan hidup kita.
Bapak mengajarkanku banyak hal. Bapak tak pernah ingkar. Bapak hanya tak mungkin menolak takdir. Bapak yang tenang. Bapak yang hangat. Bapak yang penyayang. Bapak yang….akan selalu aku cinta.
Sebuah Renungan
“Everyday may not be good, but there’s always something good in everyday”— Unknown Author
I love this quote. It strengthen me up. It reminds me to thank to Allah everyday. I thank for every single breath. I thank for my heart beat. I thank for every smile in my lips… Thank you Allah for giving me another chance.
Allah itu Maha Baik maka setiap apapun yang kita hadapi pasti baik buat kita. Allah Maha Baik karena Allah mengizinkan kita membuka mata kita setelah beberapa jam terpejam lelap. Allah Maha Baik karena Allah tetap membiarkan darah kita mengalir meski alam sadar kita tak lagi terjaga. Allah memberikan oksigen tak berbatas untuk kita hirup tiap pagi. Sungguh kebaikan yang tak sempurna karena Allah lah Yang Maha Sempurna.
Jika sudah seperti itu, kenikmatan Tuhan mu manakah yang kau dustakan? Patutkah kita bersedih, berkeluh, merutuk jika hanya mengalami sedikit musibah? Pantaskah kita marah dan berpaling dari rahmat-Nya? Sanggupkah kita tak mensyukuri terbitnya matahari yang kita saksikan setiap harinya? Aku tak sanggup.
Setiap kali aku merasa bahwa hariku buruk, maka aku aku memutar ulang semua kejadian. Mulai dari kedip pertama ku. Aku putar perlahan. Detik per detik, menit per menit. Aku cermati dibagian mana bibirku tertarik begitu kuat dan menciptakan suara tawa riang dalam satu hari itu.
Jika seandainya aku tak menemukan seberkas tawa pun, maka akan aku putar lagi kaset kenangan itu. Aku cermati kembali bibirku, kulihat adakah tarikan ke atas yang menenangkan akan suatu hal. Seandainya tak juga aku temukan senyuman, maka aku ulang lagi memori itu. Aku mencari waktu dimana bibirku mengulum senyum sekilas.
Dari situlah aku belajar bersyukur. Sebuah senyum sekilas pun adalah sebuah bukti bahwa Allah masih memberikan kita kenikmatan. Senyuman itu nikmat karena mampu memberikan pahala bagi pemiliknya dan memberikan kebahagiaan bagi penerimanya. Apalagi jika senyum itu tulus, senyuman lebar yang mencipta tawa… Sungguh kehidupan kita adalah anugerah terindah dari Allah… :)
Belajar Bersepeda
Apa yang akan kamu lakukan jika suatu saat nanti anakmu memintamu untuk mengajarinya naik sepeda? Pasti kamu akan mengajarinya kan? Bagaimana kamu memulainya? Apakah akan langsung kamu minta dia naik lalu mengayuhnya sepedanya? Tentu tidak! Bagaimana mungkin kita bisa langsung melepas mereka bersepeda sendirian tanpa pernah membimbingnya terlebih dahulu.
Begitu juga halnya dengan belajar di sekolah. Seorang pendidik tidak mungkin bisa sekedar melepas peserta didik untuk langsung memahami pelajaran sedangkan pendidiknya sendiri duduk diam dan melihat (saja)! Peserta perlu dibimbing, dan terlibat langsung didalam pembelajaran. Kita bisa menganalogikan Belajar Bersepeda ini dengan belajar yang sesungguhnya. Bagaimana?
Apa yang akan pertama kali dilakukan seorang ayah untuk mengajari anaknya bersepeda? Pasti Ayah akan MENGARAHKAN DAN MENDORONG. Sang ayah mengarahkan si anak bagaimana cara mengayuh dan mengarahkan kemudi sepedanya. Lalu si ayah pun mendorong sepeda si anak karena si anak belum pandai mengayuhnya. Mendorong sepeda si anak agar si anak yakin dan senang bahwa kayuhannya benar, sesuai arahan sang ayah. Seperti itulah seharusnya yang dilakukan seorang pendidik. Pendidik sebisa mungkin mengarahkan peserta didiknya untuk memahami materi pelajarannya. Tentu saja mengarahkannya juga dibarengi dengan keterlibatan peserta didik. Langsung dengan prakteknya, misalnya. Jadi tidak sekedar “ceramah” di depan kelas. Apa sudah selesai? Belum! Seorang pendidik masih harus mendorong peserta didik untuk tetap belajar, tetap berusaha meski sulit. Mendorong mereka meski progress atau perkembangan yang mereka tunjukkan dalam proses pembelajaran hanya sedikit. Dorong mereka untuk tidak berputus asa.
Lalu, ketika si anak sudah mulai bisa mengayuh dengan benar, meski belum lancar, sang ayah akan tetap MENDAMPINGI si anak. Bukan karena tidak mempercayai si anak, tetapi sang ayah ingin menunjukkan pada si anak bahwa sang ayah masih memperhatikan si anak dan ingin selalu mengetahui perkembangan si anak. Begitupun peserta didik. Mereka juga tetap ingin diperhatikan dan diawasi. Maka tugas pendidiklah untuk tetap mendampingi mereka, melihat perkembangan mereka, membantu mereka ketika menemui kesulitan. Dengan mendampingi mereka, pendidik juga bisa menyimpulkan peserta didik mana yang memiliki perkembangan yang bagus dan mana yang membutuhkan bimbingan tambahan dan pendampingan khusus.
Selanjutnya, BERIKAN peserta didik KEPERCAYAAN. Tanamkan pada diri peserta didik bahwa dia, mereka bisa memahami dan menguasai materi atau pelajaran ini. Mereka sudah belajar keras sejak awal, mereka sudah mengalami jatuh dan bangkit kembali. Seperti belajar bersepeda, pasti sesekali si anak akan terjatuh. Tapi dia akan bangkit kembali dan mengayuh kembali sepedanya. Dan nantinya rasa sakit yang dialami si anak karena jatuh itu akan terobati dan hilang ketika si anak mampu bersepeda dengan lancar. Yang diperlukan si anak adalah kepercayaan dari sang ayah. Dan yang dibutuhkan peserta didik adalah kepercayaan dari pendidiknya bahwa mereka bisa meski pun akan membutuhkan waktu yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya.
Jika semua tahapan di atas sudah dipenuhi dan dijalankan, maka hasil apa yang akan diperoleh sang ayah nantinya? Sang ayah akan melihat bahwa si anak akan dengan bangga dan besar hati MEMBAGI ILMUNYA DENGAN ORANG LAIN. Ilmu bersepeda yang dia dapatkan dari sang ayah akan digunakan oleh si anak untuk mengajari temannya bersepeda. Jikalau tidak ada teman yang ingin belajar bersepeda, maka si anak akan mengajari cucu sang ayah bersepeda. Maka ilmu yang diterapkan dan diajarkan oleh sang ayah kepada si anak akan bermanfaat seterusnya. Bukankah manfaat seperti itu pula yang menjadi tujuan seorang pendidik? Menjadikan ilmu yang pernah dia ajarkan bermanfaat selamanya. Maka, medidiklah dengan sistem yang sama ketika kita mengajari anak bersepeda. Arahkan peserta didik kita, beri dorongan dan dukungan pada mereka. Dampingi lalu berikan kepercayaan sepenuhnya atas kemampuan mereka, maka kelak ketika mereka telah berhasil melampaui kita mereka akan tetap membagi ilmu yang mereka dapatkan dari kita dengan orang lain. Maka pahalanya akan kembali pada kita.
Begitu juga halnya dengan belajar di sekolah. Seorang pendidik tidak mungkin bisa sekedar melepas peserta didik untuk langsung memahami pelajaran sedangkan pendidiknya sendiri duduk diam dan melihat (saja)! Peserta perlu dibimbing, dan terlibat langsung didalam pembelajaran. Kita bisa menganalogikan Belajar Bersepeda ini dengan belajar yang sesungguhnya. Bagaimana?
Apa yang akan pertama kali dilakukan seorang ayah untuk mengajari anaknya bersepeda? Pasti Ayah akan MENGARAHKAN DAN MENDORONG. Sang ayah mengarahkan si anak bagaimana cara mengayuh dan mengarahkan kemudi sepedanya. Lalu si ayah pun mendorong sepeda si anak karena si anak belum pandai mengayuhnya. Mendorong sepeda si anak agar si anak yakin dan senang bahwa kayuhannya benar, sesuai arahan sang ayah. Seperti itulah seharusnya yang dilakukan seorang pendidik. Pendidik sebisa mungkin mengarahkan peserta didiknya untuk memahami materi pelajarannya. Tentu saja mengarahkannya juga dibarengi dengan keterlibatan peserta didik. Langsung dengan prakteknya, misalnya. Jadi tidak sekedar “ceramah” di depan kelas. Apa sudah selesai? Belum! Seorang pendidik masih harus mendorong peserta didik untuk tetap belajar, tetap berusaha meski sulit. Mendorong mereka meski progress atau perkembangan yang mereka tunjukkan dalam proses pembelajaran hanya sedikit. Dorong mereka untuk tidak berputus asa.
Lalu, ketika si anak sudah mulai bisa mengayuh dengan benar, meski belum lancar, sang ayah akan tetap MENDAMPINGI si anak. Bukan karena tidak mempercayai si anak, tetapi sang ayah ingin menunjukkan pada si anak bahwa sang ayah masih memperhatikan si anak dan ingin selalu mengetahui perkembangan si anak. Begitupun peserta didik. Mereka juga tetap ingin diperhatikan dan diawasi. Maka tugas pendidiklah untuk tetap mendampingi mereka, melihat perkembangan mereka, membantu mereka ketika menemui kesulitan. Dengan mendampingi mereka, pendidik juga bisa menyimpulkan peserta didik mana yang memiliki perkembangan yang bagus dan mana yang membutuhkan bimbingan tambahan dan pendampingan khusus.
Selanjutnya, BERIKAN peserta didik KEPERCAYAAN. Tanamkan pada diri peserta didik bahwa dia, mereka bisa memahami dan menguasai materi atau pelajaran ini. Mereka sudah belajar keras sejak awal, mereka sudah mengalami jatuh dan bangkit kembali. Seperti belajar bersepeda, pasti sesekali si anak akan terjatuh. Tapi dia akan bangkit kembali dan mengayuh kembali sepedanya. Dan nantinya rasa sakit yang dialami si anak karena jatuh itu akan terobati dan hilang ketika si anak mampu bersepeda dengan lancar. Yang diperlukan si anak adalah kepercayaan dari sang ayah. Dan yang dibutuhkan peserta didik adalah kepercayaan dari pendidiknya bahwa mereka bisa meski pun akan membutuhkan waktu yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya.
Jika semua tahapan di atas sudah dipenuhi dan dijalankan, maka hasil apa yang akan diperoleh sang ayah nantinya? Sang ayah akan melihat bahwa si anak akan dengan bangga dan besar hati MEMBAGI ILMUNYA DENGAN ORANG LAIN. Ilmu bersepeda yang dia dapatkan dari sang ayah akan digunakan oleh si anak untuk mengajari temannya bersepeda. Jikalau tidak ada teman yang ingin belajar bersepeda, maka si anak akan mengajari cucu sang ayah bersepeda. Maka ilmu yang diterapkan dan diajarkan oleh sang ayah kepada si anak akan bermanfaat seterusnya. Bukankah manfaat seperti itu pula yang menjadi tujuan seorang pendidik? Menjadikan ilmu yang pernah dia ajarkan bermanfaat selamanya. Maka, medidiklah dengan sistem yang sama ketika kita mengajari anak bersepeda. Arahkan peserta didik kita, beri dorongan dan dukungan pada mereka. Dampingi lalu berikan kepercayaan sepenuhnya atas kemampuan mereka, maka kelak ketika mereka telah berhasil melampaui kita mereka akan tetap membagi ilmu yang mereka dapatkan dari kita dengan orang lain. Maka pahalanya akan kembali pada kita.
Teachers Up-grading
Apa jadinya jika seorang tukang bangunan hanya menggunakan palu sebagai “senjatanya”? Apakah dia akan membetulkan kunci yang rusak dengan palu? Apakah dia akan membetulkan pintu yang rusak dengan palu? Atau apakah dia akan membetulkan keramik yang lepas juga hanya dengan menggunakan palu saja? Bisakah? Bisa mungkin, tapi tidak efektif.
Seorang tukang bangunan yang baik, seharusnya tidak hanya membawa atau menjadikan palu sebagai alat utamanya untuk menjalankan profesinya. Karena tidak semua kerusakan bisa diperbaiki hanya dengan berbekal palu. Begitu juga dengan bidang pekerjaan yang lain. Profesi apapun sebaiknya memiliki “senjata utama” DAN “senjata cadangan”. Analogi itu lah yang juga seharusnya dipegang oleh seorang guru.
Guru yang baik seharusnya bisa memahami bahwa setiap peserta didik itu berbeda. Tidak sekedar memahami, tetapi sebaiknya tahu bagaimana cara yang tepat untuk membimbing mereka. Seperti yang kita tahu bahwa setiap orang memiliki tipe belajar yang berbeda. Ada yang bertipe audio (lebih fokus jika dijelaskan dengan menggunakan suara yang jelas didengarnya, ada yang bertipe visual (lebih bisa memahami deengan melihat prosesnya secara langsung), atau audio-visual dan kinestetik (tidak bisa belajar dengan tenang, diam, dan sekedar mendengarkan dan melihat).
Oleh karena itulah guru seharusnya memiliki berbagai macam metode yang bisa diterapkan di dalam kelas. Tidak harus metode baru, bisa saja menggunakan metode yang sudah ada tetapi di-mix-and-match biar sesuai dengan berbagai tipe peserta didik. Nah, guru yang baik saat ini tidaklah sekedar mentransfer ilmu yang dia miliki atau kuasai (karena guru telah belajar lebih lama dan lebih banyak daripada peserta didik!) kepada peserta didik tetapi lebih tepat menjadi fasilitator yang memberikan fasilitas yang memadai bagi peserta didik untuk mempelajari materi mereka.
Jika seorang guru sudah menjadi seorang fasilitator, maka guru tidak hanya sekedar diam atau melakukan aktifitas lain (BBM-an, telfon, koreksi ulangan, dsb.) ketika peserta didiknya sibuk mengerjakan lembar kerja siswa (LKS). Peserta didik pun, kalau bisa, tidak hanya mengerjakan LKS setiap kali pertemuan tetapi ada kegiatan yang membuat mereka “bergerak” dan memiliki aktifitas yang dinamis ketika proses pembelajaran.
Apa yang bisa kita lakukan sebagai guru? Sesekali kita bisa memberikan semacam gap-information worksheet. Dengan worksheet ini peserta tidak hanya harus mengisi lembar kerja mereka. Tetapi mereka harus berkeliling dan bertanya kepada teman sekelas mereka untuk bisa mengissi lembar kerja tersebut. Jadi dengan gap-information worksheet ini peserta didik selain akan berinteraksi-berbicara dan mendengar- tetapi juga bergerak. Lalu apa yang dilakukan gurunya ketika peserta didiknya “beraktifitas”? Guru berkeliling untuk melakukan pemantapan dan penguatan pada siswa. Selain itu dengan berkeliling guru juga bisa loh melakukan penilaian…
Mungkin itu dulu yang bisa disimpulkan dari acara Teachers Up-grading kemarin. Mungkin bisa disambung lagi besok karena sekarang saya harus input nilai dulu. Terima kasih.. ;)
Seorang tukang bangunan yang baik, seharusnya tidak hanya membawa atau menjadikan palu sebagai alat utamanya untuk menjalankan profesinya. Karena tidak semua kerusakan bisa diperbaiki hanya dengan berbekal palu. Begitu juga dengan bidang pekerjaan yang lain. Profesi apapun sebaiknya memiliki “senjata utama” DAN “senjata cadangan”. Analogi itu lah yang juga seharusnya dipegang oleh seorang guru.
Guru yang baik seharusnya bisa memahami bahwa setiap peserta didik itu berbeda. Tidak sekedar memahami, tetapi sebaiknya tahu bagaimana cara yang tepat untuk membimbing mereka. Seperti yang kita tahu bahwa setiap orang memiliki tipe belajar yang berbeda. Ada yang bertipe audio (lebih fokus jika dijelaskan dengan menggunakan suara yang jelas didengarnya, ada yang bertipe visual (lebih bisa memahami deengan melihat prosesnya secara langsung), atau audio-visual dan kinestetik (tidak bisa belajar dengan tenang, diam, dan sekedar mendengarkan dan melihat).
Oleh karena itulah guru seharusnya memiliki berbagai macam metode yang bisa diterapkan di dalam kelas. Tidak harus metode baru, bisa saja menggunakan metode yang sudah ada tetapi di-mix-and-match biar sesuai dengan berbagai tipe peserta didik. Nah, guru yang baik saat ini tidaklah sekedar mentransfer ilmu yang dia miliki atau kuasai (karena guru telah belajar lebih lama dan lebih banyak daripada peserta didik!) kepada peserta didik tetapi lebih tepat menjadi fasilitator yang memberikan fasilitas yang memadai bagi peserta didik untuk mempelajari materi mereka.
Jika seorang guru sudah menjadi seorang fasilitator, maka guru tidak hanya sekedar diam atau melakukan aktifitas lain (BBM-an, telfon, koreksi ulangan, dsb.) ketika peserta didiknya sibuk mengerjakan lembar kerja siswa (LKS). Peserta didik pun, kalau bisa, tidak hanya mengerjakan LKS setiap kali pertemuan tetapi ada kegiatan yang membuat mereka “bergerak” dan memiliki aktifitas yang dinamis ketika proses pembelajaran.
Apa yang bisa kita lakukan sebagai guru? Sesekali kita bisa memberikan semacam gap-information worksheet. Dengan worksheet ini peserta tidak hanya harus mengisi lembar kerja mereka. Tetapi mereka harus berkeliling dan bertanya kepada teman sekelas mereka untuk bisa mengissi lembar kerja tersebut. Jadi dengan gap-information worksheet ini peserta didik selain akan berinteraksi-berbicara dan mendengar- tetapi juga bergerak. Lalu apa yang dilakukan gurunya ketika peserta didiknya “beraktifitas”? Guru berkeliling untuk melakukan pemantapan dan penguatan pada siswa. Selain itu dengan berkeliling guru juga bisa loh melakukan penilaian…
Mungkin itu dulu yang bisa disimpulkan dari acara Teachers Up-grading kemarin. Mungkin bisa disambung lagi besok karena sekarang saya harus input nilai dulu. Terima kasih.. ;)
Hanya Untuk Kamu dan Jiwamu
Apa yang aku berikan hanya apa yang aku bisa
Hanya sekedar tangan yang selalu menggenggam, berbagi rasa yang tak sama…
Hanya selintas pelukan, membagi sayang dan sekejap kehangatan…
Hanya sepintas waktu yang tak sempurna yang terbagi lewat kata-kata diantara jarak…
Hanya berbagi cinta yang kita miliki tanpa pernah kita minta…
Hanya sekedar tangan yang selalu menggenggam, berbagi rasa yang tak sama…
Hanya selintas pelukan, membagi sayang dan sekejap kehangatan…
Hanya sepintas waktu yang tak sempurna yang terbagi lewat kata-kata diantara jarak…
Hanya berbagi cinta yang kita miliki tanpa pernah kita minta…
Disorientasi antara ketua dan sekretaris??
Apa jobdesc seorang ketua panitia?
Lalu, apa tugas seorang sekretaris dalam sebuah kepanitiaan?
It’s my first time in handling a second big event in my workplace, but it wasn’t my first time to work in a team. But, Surely, it’s one of the most terrible team I’ve ever had!
Layaknya seorang sekretaris yang menunggu bos atau pimpinannya mendelegasikan tugas kepadanya lalu dengan amat patuh dan cermat akan melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya, maka itulah hal pertama yang aku lakukan selepas mengetahui bahwa aku ditunjuk menjadi sekretaris.
2 minggu menunggu, kok tidak ada tanda-tanda pembagian tugas ya... Itu membuatku gusar. Ini orang (re: ketua) kok adem ayem aja ya? Apa semua sudah beres?
"Pak, bagaimana persiapan UKK nya?" tanyaku suatu hari saking penasarannya. “Oh, saya sudah buat proposalnya, sudah tinggal ACC dari atasan aja kok”, jawabnya.
Loh, kok??? Bukannya itu tugas sekretaris ya? Trus saya kerja apa dong ya???!!!
Beberapa rekan kerja sudah mulai ribut request ini itu, minta jadwalnya di letakkan di awal lah, minta yang membuat soal bu ini lah, pak inilah… sedangkan akunya malah bengong! *DudukDiatasTumpukanNovel*
Beberapa hari kemudian saya samperin lagi, “Pak, saya harus bikin apa?" Dengan muka bingung dia bilang, ” oh ya…bentar ya… ini saya sudah ngopy file semester lalu, tinggal edit aja”. Saya timpali lagi, “terus yang perlu saya edit apa?”. Beliau jawab, “apa ya…ehm…nanti ya kita kordinasi lagi”. Lagi?? Memang kapan coba kami koordinasi? Never! Lah terus saya nganggur lagi?? Wah, kacau nih kalau harus nunggu bola trus.
Finally, after discussing to some people, I decided to work based on my own way! Saya pilah mana yang harus saya kerjakan, mana yang harus saya serahkan ke ketua buat dikerjakan. Setelah itu saya kerjakan hal-hal terkecil dan dianggap sepele dulu. Setelah selesai, saya kerjakan yang memakan waktu, tenaga dan pikiran paling banyak. Saat proses itulah saya sampaikan ke ketua saya.
"Pak, ini saya sudah buat ini, sekarang saya proses acak siswa, acak kelas, dan buat kartu peserta. Bapak buat ini saja ya…", jelasku waktu itu. Tau apa jawabannya??? "Oh iya… terus ini sudah selesai? Saya kebagian buat apa?", tanyanya!
ALAMAAAAAAKKKKKK!!!! Ini SIAPA sih yang KETUA???!!! AKU kan SEKRETARIS! Kenapa malah aku yang ngatur woyyyy!!! Ini tugas anda sebagai ketua! Bukannya malah nanya: terus saya bikin apa sekarang?!!!!!
Lalu, apa tugas seorang sekretaris dalam sebuah kepanitiaan?
It’s my first time in handling a second big event in my workplace, but it wasn’t my first time to work in a team. But, Surely, it’s one of the most terrible team I’ve ever had!
Layaknya seorang sekretaris yang menunggu bos atau pimpinannya mendelegasikan tugas kepadanya lalu dengan amat patuh dan cermat akan melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya, maka itulah hal pertama yang aku lakukan selepas mengetahui bahwa aku ditunjuk menjadi sekretaris.
2 minggu menunggu, kok tidak ada tanda-tanda pembagian tugas ya... Itu membuatku gusar. Ini orang (re: ketua) kok adem ayem aja ya? Apa semua sudah beres?
"Pak, bagaimana persiapan UKK nya?" tanyaku suatu hari saking penasarannya. “Oh, saya sudah buat proposalnya, sudah tinggal ACC dari atasan aja kok”, jawabnya.
Loh, kok??? Bukannya itu tugas sekretaris ya? Trus saya kerja apa dong ya???!!!
Beberapa rekan kerja sudah mulai ribut request ini itu, minta jadwalnya di letakkan di awal lah, minta yang membuat soal bu ini lah, pak inilah… sedangkan akunya malah bengong! *DudukDiatasTumpukanNovel*
Beberapa hari kemudian saya samperin lagi, “Pak, saya harus bikin apa?" Dengan muka bingung dia bilang, ” oh ya…bentar ya… ini saya sudah ngopy file semester lalu, tinggal edit aja”. Saya timpali lagi, “terus yang perlu saya edit apa?”. Beliau jawab, “apa ya…ehm…nanti ya kita kordinasi lagi”. Lagi?? Memang kapan coba kami koordinasi? Never! Lah terus saya nganggur lagi?? Wah, kacau nih kalau harus nunggu bola trus.
Finally, after discussing to some people, I decided to work based on my own way! Saya pilah mana yang harus saya kerjakan, mana yang harus saya serahkan ke ketua buat dikerjakan. Setelah itu saya kerjakan hal-hal terkecil dan dianggap sepele dulu. Setelah selesai, saya kerjakan yang memakan waktu, tenaga dan pikiran paling banyak. Saat proses itulah saya sampaikan ke ketua saya.
"Pak, ini saya sudah buat ini, sekarang saya proses acak siswa, acak kelas, dan buat kartu peserta. Bapak buat ini saja ya…", jelasku waktu itu. Tau apa jawabannya??? "Oh iya… terus ini sudah selesai? Saya kebagian buat apa?", tanyanya!
ALAMAAAAAAKKKKKK!!!! Ini SIAPA sih yang KETUA???!!! AKU kan SEKRETARIS! Kenapa malah aku yang ngatur woyyyy!!! Ini tugas anda sebagai ketua! Bukannya malah nanya: terus saya bikin apa sekarang?!!!!!
Sedikit Cerita...
"Parents are the most important people after Allah for me, their smile and pray are the most precious things in my life… My father is my sun who taught me how to survive and struggle for this life, my mother is my moon who teaches me how to thanks for having a hard work for a whole day"
Bapak, terima kasih atas cinta yang tak tertandingi… 14 tahun bersamamu membuat hidupku bermakna selamanya…
Ibuk, terima kasih atas pengorbanan dan perjuanganmu… Allah yang akan membalasmu karena aku tak memiliki apapun selain dirimu…
Aku mencintai Bapak dan Ibuk meski tak sekalipun aku mengutarakannya dihadapan kalian…
Aku dan keluargaku bukanlah keluarga yang bisa dengan leluasa dan bebas mengungkapkan rasa. Kami tak pernah bilang “aku sayang bapak”, “aku sayang ibu” ataupun sebaliknya. Bukan karena kami tak saling menyayangi. Apakah pernah ada keluarga yang tak saling menyayangi? Ada mungkin, satu diantara seribu. Dan aku percaya, 100%, bahwa rasa sayang hadir dan tumbuh di keluargaku dengan cara yang berbeda.
Ini sedikit cerita tentang kami...
Kami, mengungkapkan ekspresi cinta kami melalui perhatian. Kami berbagi perhatian, berbagi cerita, dan kami pun berbagi makanan. Bapak telah mengajarkan pada kami bagaimana cara berbagi dengan keluarga dengan cara yangg paling simpel. Bapak jarang sekali membeli nasi bungkus sejumlah orang yang ada di rumah. Jarang, dan hampir tak pernah. Bukan Bapak tak mampu, aku yakin Bapak punya cukup uang untuk membeli sebanyak jumlah anggota keluarga. Tapi, Bapakku ingin mengajarkan tentang BERBAGI…
Ya, kami harus berbagi! Kami berbagi sebungkus nasi dengan 2 atau 3 orang. Kami memakannya bersama. Kami memang hanya merasakan sedikit nasi itu, tapi tahukah kalian bahwa kami “kenyang”. Kami kenyang karena kami memakannya bersama, kami bisa merasakan nasi yang sama. Tak ada yang tak kebagian, tak ada yang iri. Nikmatnya kami rasakan bersama. Asin, manis, pedas, bahkan hambarnya pun sama. Semua dapat rasa yang sama. karena kami memiliki darah yang sama. Karena kami keluarga.
Ibuk, apa yang telah Ibuk ajarkan pada kami? Kerja keras. Ibuk tak perlu uang. Ibuk tak kurang sandang. Ibuk hanya tak ingin nganggur. Memberdayakan apa yang Ibuk punya. Ibuk bekerja, membuka warung, menjual nasi. Buat apa? Toh sudah ada nafkah dari Bapak, dan cukup. Ibuk bukan seorang sarjana, smp saja ibu tidak merasakannya. Hanya saja Ibuk adalah wanita yang pandai dalam berfikir tentang masa depan. Ibuk bekerja karena Ibu telah bersiap bahwa kita tidak selamanya bersama. Ibuk bersiap untuk masa depan yang kemungkinan tak semudah saat ini. Ibuk mempersiapkan dirinya sendiri dan untuk anak-anaknya kelak. Ibuk mengajarkan bahwa wanita, apalagi seorang Ibuk, harus bekerja keras untuk memberikan cadangan kehidupan yang layak buat keluarganya.
Bagiku, Bapak dan Ibuk adalah yang terbaik. Begitu pula dengan Ibuk dan Bapak masing-masing orang di dunia ini. Bagaimanapun dan siapapun Bapak dan Ibuk kita, mereka adalah yang terbaik buat kita. Mereka adalah pahlawan keluarganya. Mereka adalah penabur cinta. Dan merekalah…cinta itu sendiri.
*untuk Bapak, yang telah tenang disana, dan Ibuk, yang masih terus berjuang untuk anak-anaknya.
Bapak, terima kasih atas cinta yang tak tertandingi… 14 tahun bersamamu membuat hidupku bermakna selamanya…
Ibuk, terima kasih atas pengorbanan dan perjuanganmu… Allah yang akan membalasmu karena aku tak memiliki apapun selain dirimu…
Aku mencintai Bapak dan Ibuk meski tak sekalipun aku mengutarakannya dihadapan kalian…
Aku dan keluargaku bukanlah keluarga yang bisa dengan leluasa dan bebas mengungkapkan rasa. Kami tak pernah bilang “aku sayang bapak”, “aku sayang ibu” ataupun sebaliknya. Bukan karena kami tak saling menyayangi. Apakah pernah ada keluarga yang tak saling menyayangi? Ada mungkin, satu diantara seribu. Dan aku percaya, 100%, bahwa rasa sayang hadir dan tumbuh di keluargaku dengan cara yang berbeda.
Ini sedikit cerita tentang kami...
Kami, mengungkapkan ekspresi cinta kami melalui perhatian. Kami berbagi perhatian, berbagi cerita, dan kami pun berbagi makanan. Bapak telah mengajarkan pada kami bagaimana cara berbagi dengan keluarga dengan cara yangg paling simpel. Bapak jarang sekali membeli nasi bungkus sejumlah orang yang ada di rumah. Jarang, dan hampir tak pernah. Bukan Bapak tak mampu, aku yakin Bapak punya cukup uang untuk membeli sebanyak jumlah anggota keluarga. Tapi, Bapakku ingin mengajarkan tentang BERBAGI…
Ya, kami harus berbagi! Kami berbagi sebungkus nasi dengan 2 atau 3 orang. Kami memakannya bersama. Kami memang hanya merasakan sedikit nasi itu, tapi tahukah kalian bahwa kami “kenyang”. Kami kenyang karena kami memakannya bersama, kami bisa merasakan nasi yang sama. Tak ada yang tak kebagian, tak ada yang iri. Nikmatnya kami rasakan bersama. Asin, manis, pedas, bahkan hambarnya pun sama. Semua dapat rasa yang sama. karena kami memiliki darah yang sama. Karena kami keluarga.
Ibuk, apa yang telah Ibuk ajarkan pada kami? Kerja keras. Ibuk tak perlu uang. Ibuk tak kurang sandang. Ibuk hanya tak ingin nganggur. Memberdayakan apa yang Ibuk punya. Ibuk bekerja, membuka warung, menjual nasi. Buat apa? Toh sudah ada nafkah dari Bapak, dan cukup. Ibuk bukan seorang sarjana, smp saja ibu tidak merasakannya. Hanya saja Ibuk adalah wanita yang pandai dalam berfikir tentang masa depan. Ibuk bekerja karena Ibu telah bersiap bahwa kita tidak selamanya bersama. Ibuk bersiap untuk masa depan yang kemungkinan tak semudah saat ini. Ibuk mempersiapkan dirinya sendiri dan untuk anak-anaknya kelak. Ibuk mengajarkan bahwa wanita, apalagi seorang Ibuk, harus bekerja keras untuk memberikan cadangan kehidupan yang layak buat keluarganya.
Bagiku, Bapak dan Ibuk adalah yang terbaik. Begitu pula dengan Ibuk dan Bapak masing-masing orang di dunia ini. Bagaimanapun dan siapapun Bapak dan Ibuk kita, mereka adalah yang terbaik buat kita. Mereka adalah pahlawan keluarganya. Mereka adalah penabur cinta. Dan merekalah…cinta itu sendiri.
*untuk Bapak, yang telah tenang disana, dan Ibuk, yang masih terus berjuang untuk anak-anaknya.
Langganan:
Postingan (Atom)