I just want to pause whatever I am doing for one minute, everyday, and remember death! It will happen to me and all of us one day, I ask myself am I ready to meet my Lord, Allah, the Almighty? What have I prepared and sent forth?

Jumat, 25 April 2014

#Jumatulis 6 Kumis, Kopi, Roda, Indera, Bunting - Tanggal itu dan Memori Tentangnya

Jari telunjuk itu menelusuri barisan angka pada kalender di depannya. Memulai menghitungnya pada tanggal 26 di bulan April. "Satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, delapan, sembilan, sepuluh, sebelas. Sebelas hari. Pantas saja aku mulai insomnia lagi," gumamnya.

Masih dengan rasa yang sama seperti tahun-tahun yang lalu, rindu yang sama. Aku kembali memutar pita kenangan dalam benakku. Menarik lagi rasa yang mengendap, mengingatnya. Terlihat gadis kecil dengan rambut panjangnya yang dikuncir kuda. Dia hanya memakai kaos singlet dan celana dalam. Dia sedang meronta-ronta di pangkuan lelaki paruh baya. Sepertinya lelaki itu ingin menciuminya.

"Aaaahhhh nggak mauuuu. Sakiiittt looohhh!" Dia menjauhkan wajah si lelaki. Si lelaki malah semakin tertawa.

"Masak dicium Bapak aja nggak mau sih," kata si lelaki yang ternyata bapak si gadis itu.

"Cukur dulu itu kumisnya! Sakit semua loh kena kumis," dengus si gadis.

Bapaknya hanya tersenyum lalu berkata, "Jelek ya kalo Bapak kumisan?" Dia mengangguk. Dari dulu dia paling tidak suka melihat Bapaknya berkumis. Setiap kali kumis bapakknya memanjang, dia akan langsung protes. Dia nggak akan mau dicium bapaknya selama kumis itu masih berada di celah antara hidung dan bibir atas bapaknya.

Aku menyesap kopi hitam yang tersaji di meja bundar di sebelahku. Memandang jauh ke awan. Menikmati semilir angin di lantai dua, tempat dulu aku biasa menghabiskan soreku bersama lelaki pujaanku itu.

Kembali aku mengingat selagi indera perasaku mencecap manis-pahitnya kopi dan membiarkan indera pendengaranku merekam suara-suara bising jalanan di bawah sana. Kali ini adalah ingatan sederhana tentang sapi.

Gadis itu selalu penasaran kenapa bapaknya suka sekali dengan sapi. Bahkan setiap hari Kamis, bapaknya selalu pulang lebih awal. Sengaja katanya waktu anak gadis kesayangannya bertanya.

"Hidup itu seperti roda, Nduk. Saat ini mungkin Bapak masih bisa mencukupi kehidupan kamu, Ibu, dan kakak-kakakmu. Tapi Bapak juga belum tentu bisa selamanya hidup bersama kalian. Makanya sekarang, selagi Bapak masih kuat, Bapak mau cari penghasilan lebih. Buat tambahan tabungan kalian." Bapaknya menjelaskan panjang pada anak gadisnya. Dia hanya manggut-manggut. Mencoba memahami. Memang hanya pada Bapaknyalah si gadis banyak berbicara. Hubungan mereka begitu dekat hingga sering kali membuat ibunya cemburu.

"Lalu kenapa Bapak pilih ngangkutin sapi. Sapi kan bau!" Protesku kali itu.

"Hahahahahahaha!" Tawa bapaknya membahana. "Bapak kalo liat sapi itu merasa fresh. Nggak stress lagi. Udah kalem, putih-putih lagi! Hahahahahaha!" Lanjutnya kala itu. Si anak cuma melongo saja. Heran. "Apalagi kalo sapinya lagi bunting. Semakin senanglah Bapak!"

"Hah?! Sapi gunting?! Sapinya kayak gunting? Emang ada sapi kayak gituh, Pak?" Dia sungguh penasaran dan kaget. Baru kali ini dia mendengar ada ada sapi jenisnya sapi gunting.

Bapaknya tertawa semakin terbahak. Gemas sekali si bapak dengan anak gadis satu-satunya itu. Dia ciumi anak tersayangnya. Lalu si bapak menjelaskan setelah si anak merengek karena jawaban tentang sapi gunting itu tak kunjung ada. "Bukan sapi gunting, Sayaaang. Tapi sapi bunting. B.U.N.T.I.N.G. Sapi bunting itu sapi yang lagi hamil. Sapi yang mau punya anak. Itu namanya bunting. Kalo wanita yang mau punya anak disebutnya hamil."

Aku tersenyum sambil menatap langit yang mulai berubah jingga. Merona merah seolah ikut tersenyum bersamaku, bahagia mengingat kembali memori tentang lelaki hebatku. Tentang bapak, lelaki penuh kasih yang pernah mengisi 14 tahun kehidupanku. Kini, saat aku menapaki tahun ke 26, aku menunggu tanggal itu. Aku ingin mengenangnya di tanggal itu dengan senyum. Tanggal saat dia pergi dalam ketenangan yang abadi.

4 komentar:

  1. Eh lucu yang pas Sapi Gunting. Hehe.

    Tapi sedih jg sih. :(

    BalasHapus
  2. Ahhh suka tulisannya >.< jadi ingat Aba-ku juga u.u

    BalasHapus
  3. Tapi Bapak juga belum tentu bisa selamanya hidup bersama kalian.


    Demi apa aku mewek di bagian ini :(((

    BalasHapus