I just want to pause whatever I am doing for one minute, everyday, and remember death! It will happen to me and all of us one day, I ask myself am I ready to meet my Lord, Allah, the Almighty? What have I prepared and sent forth?

Jumat, 02 Mei 2014

Jumatulis #7 Kubur-Khutbah-Fajar-Gema-Dara - Moment Sakral

Panggil aku Ragil, karena begitulah dia memanggilku. Dia selalu mengenalkanku sebagai Ragil-nya, dara kecilnya yang selalu dia ajak kemanapun dia pergi. Ragil, si bungsu, satu-satunya dara setelah dua jejaka kebanggaannya.

Seperti biasa, hari itu dia memanasi mesin mobilnya pagi-pagi. Membersihkannya hingga terlihat mengkilap. Disela-sela aktifitas minggu paginya, dia tersenyum pada setiap tetangga yang lewat depan rumah. Kadang, satu-dua tetangga mengobrol sedikit, bertanya ini itu lalu kembali pada aktifitas masing-masing. Setelah mesin mobil cukup lama dipanasi, dia kembali masuk ke rumah. Melepas kaosnya dan berjalan ke kamar mandi.

"Bapak, berangkat dulu ya, Sayang," ucapnya sambil mengecupku yang masih setia dengan kaos singlet dan belek pada ujung mata. Aku menyalami tangannya, menciumnya, lalu melambaikan tanganku ketika dia telah berada di balik kemudi. Ke arah barat, ke kabupaten sebelah, ke pasar hewan mingguan.

Kulewati hari minggu itu dengan bermain di rumah tetangga. Di sanalah tempat aku biasa melakukan berbagai aktifitas sampai bapak pulang. Siang itu, bapak kembali ke rumah pukul dua. Dia memarkir mobil pick-up putih yang masih menyisakan titik-titik air di beberapa sisi. Aku tersenyum, menghampirinya dan dia dengan sigap memelukku lalu menciumku. Di dalam rumah kulihat ibu ku menuju dapur, mengambil gelas es besar. Memasukkan beberapa sendok.makan gula, lalu menuangkan teh yang sudah dijerang sedari pagi. Mengaduknya dengan cepat sambil menoleh ke arah bapak, lalu memasukkan beberapa bongkah kecil es batu.

"Bapak, jadi ke rumah bibi ndak?" Kubangunkan bapak setelah ashar. Tadi dia minta dibangunkan setelah ashar. Dia membalikkan badannya. Mukanya pucat. Masih lelah sepertinya. "Oh iya. Ibu sudah siap?" Bapak menoleh ke pintu, terlihat masih sepi. Belum ada aktifitas kecuali dari arah belakang, terdengar bunyi air yang mengisi bak mandi. Tak berapa lama, dia bangkit, mengambil handuknya.

Bertiga kami memasuki rumah yang luas itu. Terlihat beberapa lelaki sedang berbincang di ruang tamu. Ada beberapa gelas dengan cairan hitam di dalamnya. Dan terlihat kepulan asap dari batang yang ada di antara jari tengah dan telunjuk beberapa lelaki itu. Kami melintasi mereka setelah bersalaman dengan mereka. Lalu masuk ke dapur. Di sana ada beberapa perempuan yang sedang melipat daun.pisang yang di dalamnya ada adonan putih dengan butiran hijau. Ada pula yang memindahkan jajanan yang dibungkus daun pisang itu, mereka menyebutnya nagasari, dari dalam dandang, alat kukus tradisional, yang masih mengepul asapnya. Sesekali mereka mengibaskan tangannya dan meniup-niup tangannya.

Bapakku langsung duduk di samping tampah yang penuh dengan nagasari yang masih basah itu. Mengambil dan membuka bungkus daunnya. Dia menggigit ujung kue itu lalu manggut-manggut. Tak berapa lama, dia mengambil satu lagi. Aku hanya kemandangnya. Lalu berlari keluar.

Dia menghampiriku, menarikku ke tetangga depan rumah bibi. Ada pikulan semacam angkringan di depan rumah itu. Bapak memesan dua mangkok. Aku memegang semangkuk penuh potongan lontong dengan kuah kuning dan potongan-potongan kikil dan ditaburi daun bawang dan bawang goreng serta perasan jeruk nipis. Kulihat bapakku sudah penuh peluh. Mulutnya mengunyah dengan lahap. Aku tersenyum.

***
Gema takbir terdengar dari dalam kamar. Kulirik jam waker di sebelah bantalku, ah...sudah pukul 4 rupanya. Aku menaiki tangga satu per satu, kubuka pintu teras depan lantai atas, menarik handukku. Aku menarik nafas panjang. Menikmati udara fajar 1Syawal. Ada tetes air dari sudut mata.

Kugandeng ibuku berjalan bersama kerumunan orang berpakaian putih yang rapi dan wangi. Berjalan mendekati lapangan tempat kami akan merayakan hari raya ini. Sambil mengumandangkan takbir, kami menunggu sholat dua raka'at dan khutbah hari raya kali ini. Jantungku.berdegub, terasa sesak. Kupalingkan muka ku dari ibuku. Sesekali kuusap sudut mataku, sekilas saja.

Sesampainya di rumah, kucium takzim tangan wanita di depanku ini. Ada sesak di dada. Ada yang menetes di pipiku dan pipi wanita kesayangan kami. Mulut kami sama-sama melantunkan doa, lamat-lamat. Kuselipkan maaf pada dia yang tengah terbaring nyaman dalam kubur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar